MEDAN (MM) - Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) Republik Indonesia memanggil pengurus Yayasan Perguruan Darma Agung (YPDA) versi Partahi Siregar ke Kantor Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) Wilayah I Sumatera, Kamis (26/6/2025).
Pemanggilan dilakukan pasca pemblokiran akta AHU versi Hana Nelsri Kaban oleh Kementerian Hukum dan HAM RI pada 17 Juni 2025.
Rapat dipimpin langsung oleh Inspektur Jenderal Kemdiktisaintek, Chatarina Muliana Girsang, dan turut dihadiri Inspektur I Lindung A. Sirait serta Kepala LLDikti Wilayah I Sumatera, Prof. Saiful Anwar Matondang.
Dalam pertemuan itu, Chatarina menegaskan bahwa pemerintah akan segera melakukan konfirmasi langsung ke Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) guna memperoleh kejelasan hukum terkait legalitas kepengurusan yayasan.
"Kami akan segera meminta klarifikasi dari Dirjen AHU untuk memastikan legalitas yayasan yang sah dalam mengelola Universitas Darma Agung dan ISTP Medan," ujar Chatarina.
Sementara itu, Lindung A. Sirait mengimbau seluruh pihak, termasuk versi Hana Nelsri Kaban, untuk tidak menyampaikan klaim sepihak terkait keabsahan yayasan sebelum proses klarifikasi selesai.
Lindung juga menyampaikan bahwa pemanggilan ini bertujuan mengkonfrontir informasi dari kedua belah pihak, guna mencegah berlarutnya konflik internal yang berdampak langsung terhadap kegiatan akademik.
"Jika konflik terus berlangsung, pemerintah bisa saja menunjuk Penjabat (Pj) Rektor atau bahkan menjatuhkan sanksi berupa penghentian penerimaan mahasiswa baru," jelasnya.
Dalam kesempatan itu, Kemdiktisaintek juga meminta Kepala LLDikti Wilayah I untuk mengawasi para dosen Dpk (diperbantukan) agar bersikap netral dan tidak berpihak pada salah satu kepengurusan yayasan.
Pihak YPDA versi Partahi Siregar yang hadir dalam rapat, melalui kuasa hukum Hokli M. Lingga, meminta perlindungan hukum dari pemerintah agar kegiatan akademik di Universitas Darma Agung (UDA) tetap berjalan. Mereka menyebut Rektor Dr. Lilis S. Gultom sebagai pimpinan yang sah berdasarkan Statuta UDA Tahun 2022-2026.
Dr. Lilis juga menyampaikan bahwa sejak konflik dualisme muncul pada Februari 2025, berbagai aktivitas akademik terganggu, termasuk wisuda mahasiswa dan pencairan dana KIP Kuliah.
"Kami butuh jaminan hukum. Mahasiswa kami terancam tidak bisa wisuda karena tidak ada kepastian siapa yang berwenang menandatangani ijazah. Dana KIP pun belum bisa dicairkan karena konflik ini," katanya.
Menanggapi hal tersebut, Irjen Chatarina dan Lindung menegaskan bahwa dana KIP Kuliah harus masuk ke rekening universitas, bukan yayasan. Mereka menyebut saat ini pencairan KIP di UDA tertunda karena proses evaluasi hukum masih berjalan.
"Evaluasi sangat penting, karena menyangkut penggunaan anggaran negara. Dana KIP harus masuk ke rekening institusi, bukan yayasan," tegas Chatarina.
Dalam rapat, Chatarina juga mengaku terkejut atas informasi dualisme kepemimpinan di UDA yang disebut telah menjalar hingga ke level pegawai, termasuk pergantian sepihak di berbagai biro akademik dan administrasi.
Sebagai langkah lanjutan, Kemdiktisaintek menyatakan akan menggelar pertemuan berikutnya dalam waktu dekat, setelah memperoleh hasil klarifikasi resmi dari Dirjen AHU.
"Kami akan memanggil kedua belah pihak kembali pekan depan. Hasilnya akan jadi dasar bagi pemerintah dalam mengambil sikap terhadap konflik ini," tutup Chatarina.
Turut hadir dalam pertemuan tersebut antara lain Ketua Senat UDA Dr. Gomgom TP Siregar, Wakil Rektor II Jonner L. Gaol, Wakil Rektor III Zulkarnaen Nasution, serta perwakilan dari ISTP Medan. (mm)