![]() |
Sesi foto bersama usai Rapat Kerja di Hotel Grand Mercure Medan Angkasa. (foto:mm/ist) |
Acara tersebut dihadiri 79 dari 100 anggota DPRD Sumut, namun sebanyak 12 anggota terdata tidak hadir. Rapat berlangsung di ruang besar berpendingin udara, lengkap dengan kursi berbalut satin dan konsumsi kelas hotel berbintang.
Situasi ini menimbulkan pertanyaan di kalangan publik terkait efektivitas dan sensitivitas wakil rakyat dalam menyikapi kondisi masyarakat yang masih dihadapkan pada berbagai persoalan dasar seperti infrastruktur rusak dan layanan publik terbatas.
Salah seorang staf panitia menyebutkan bahwa kegiatan ini merupakan agenda rutin tahunan. Namun, pemilihan tempat pelaksanaan menuai kritik karena dianggap tidak mencerminkan semangat efisiensi dan kedekatan dengan rakyat, apalagi di tengah isu operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK terhadap Kepala Dinas PUPR Sumut, Topan Obaja Ginting.
Sorotan lain muncul saat sesi dokumentasi berlangsung. Seorang wartawan yang mencoba mengambil gambar dari sisi ruangan mendapati gestur kurang bersahabat dari Ketua DPRD Sumut, Erni Arianti. Gestur tersebut dinilai tidak mencerminkan keterbukaan terhadap media, yang merupakan bagian penting dari fungsi pengawasan publik.
Berdasarkan data absensi, berikut nama-nama anggota DPRD yang tidak hadir dalam rapat kerja tersebut:
- Rony Reynaldo, SH, M.I.P (Fraksi NasDem)
- Hizkia Reinhard
- HT. Milwan
- Ir. Loso
- Fajri Akbar, SH
- Sugiatik, S.Ag
- Edi Susanyo Ritonga, SE
- Muhammad Rahmaddian Shah, SH
- Dasar Marolop Sinaga, SE
- HM Yusuf, SH, M.Hum
- H. Aji Karim
- Thomas Dachi, SH, MH
Minimnya kehadiran dan absennya diskusi publik yang konstruktif membuat rapat semacam ini dinilai kurang menggambarkan tanggung jawab representatif. Padahal anggaran kegiatan tetap berjalan dan fasilitas tetap disediakan, namun substansi kehadiran dan kontribusi aktif anggota dewan menjadi pertanyaan besar.
Publik kini mempertanyakan, program siapa yang dibahas dalam forum tersebut dan siapa yang benar-benar akan merasakan manfaatnya? Karena yang dibutuhkan masyarakat bukanlah rapat di ruang mewah, tetapi solusi konkret atas jalan rusak, air bersih, dan fasilitas pendidikan yang layak.
Jika forum-forum rakyat hanya dihiasi kursi kosong dan sikap tertutup terhadap media, maka proses demokrasi dikhawatirkan hanya menjadi formalitas—hidup dalam simbol, namun absen dalam realita.(uni)