![]() |
| Bengkel Difabel, Energi yang Menggerakkan Kehidupan. |
Pria itu adalah Maryono (41) penyandang disabilitas akibat polio sejak kecil. Namun di bengkel itu, ia bukan sekadar orang difabel. Ia merupakan salah satu mekanik andalan, sekaligus sumber semangat bagi rekan-rekannya.
Sejak kecil, Maryono sudah terbiasa hidup dalam keterbatasan fisik. Bahkan semasa kecil, ia sering diejek oleh teman-teman sekampungnya. Namun hal itu tidak membuatnya berhenti bermimpi. “Kalau kaki saya lemah, bukan berarti hidup saya juga harus ikut lemah,” katanya pelan sambil tersenyum.
Ia mulai berkerja bersama ayahnya dengan membuka bengkel kecil di rumahnya sejak usia 20 tahun. Kemudian akhirnya diajak oleh salah satu keluarga untuk mengikuti pelatihan dan akhirnya bekerja di Bengkel Difabel, sebuah unit usaha hasil binaan CSR Pertamina EP Rantau Field, yang dirancang untuk membuka lapangan kerja bagi penyandang disabilitas. Di sinilah, setiap baut yang ia kencangkan bersama rekannya menjadi simbol kemandirian.
Melalui program tersebut, Maryono mendapat pelatihan keterampilan otomotif, bantuan peralatan bengkel, dan pendampingan manajemen usaha. Kini, ia bersama beberapa rekannya yang juga penyandang disabilitas mampu melayani perbaikan berbagai jenis sepeda motor, mulai dari tambal ban, servis berkala hingga tahap bongkar mesin, bahkan mereka sudah menerima pelanggan tetap dari berbagai kalangan masyarakat di Karang Baru, Aceh Tamiang.
“Pertamina bantu kami bukan cuma dengan alat, tapi juga dengan kepercayaan. Itu yang paling berharga,” ujarnya sambil membersihkan tangan yang berlumur oli.
Maryono dan sejumlah rekannya tampak bekerja sama dengan baik. Mereka saling berbagi tawa dan tips dalam memperbaiki mesin. Keterbatasan fisik bukan halangan, tapi menjadi alasan untuk saling menguatkan. “Kami kerja bareng, saling bantu. Kalau satu kesulitan, yang lain siap turun tangan,” ucapnya.
Raut wajahnya serius saat memeriksa bagian mesin yang rumit, tapi sorot matanya menunjukkan kebanggaan, sebuah bentuk penghargaan terhadap diri sendiri yang tumbuh dari kerja keras.
“Kalau dulu saya sering merasa tidak berguna, sekarang saya bisa bantu orang lain, bahkan bantu keluarga,” tutur Maryono dengan nada bangga.






