HNSI Sumut rapat konsultasi publik bersama KKP. (foto/ist) |
MEDAN (MM) - Mewakili Dewan Pimpinan Pusat Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (DPP HNSI), Ketua DPD HNSI Sumut Zulfahri Siagian dan Wakil Ketua DPC HNSI Kota Medan Awal Yatim Syahputra menghadiri acara konsultasi publik yang digelar Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Republik Indonesia di Radisson Hotel Medan, Selasa (6/8/2024).
Rapat Konsolidasi dalam rangka menampung aspirasi dan memperkuat keterlibatan dan partisipasi masyarakat. Sehingga Kementerian Kelautan dan Perikanan melaksanakan konsultasi publik terhadap rancangan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengenaan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berasal dari Pemanfaatan Sumber Daya Alam Perikanan serta sosialisasi terkait proses bisnis level 3 pengelolaan operasional pelabuhan pangkalan.
Peserta rapat dihadiri pejabat KKP, baik itu Asisten Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan, Kepala Biro Hukum Sekretariat Jenderal, para Direktur Direktorat Perikanan Tangkap, para Kepala Pelabuhan Perikanan, Kepala Pelabuhan Nusantara, Kadis Kelautan dan Perikanan Sumatera Utara, Kepala Pangkalan Pendaratan ikan, HNSI, Pelaku Usaha dan Asosiasi.
Kegiatan dibuka Kepala Biro Hukum KKP, Effin Martiana, mewakili Sekretaris Jenderal KKP dan dilanjutkan dengan pemaparan materi dengan moderator Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Utara serta dua narasumber yang berasal dari Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (Direktur Perizinan dan Kenelayanan dan Direktur Kepelabuhanan Perikanan).
Ketua DPD HNSI Sumut Zulfahri Siagian mengatakan dalam penerapan PNBP harus memiliki azas saling menguntungkan. Sedangkan HNSI memiliki konsep tersendiri, perizinan berjalan, pengusaha hidup, nelayan terlindungi. Selain itu HNSI mendorong, Direktur Perizinan Direktorat Perikanan Tangkap agar perizinan kapal perikanan segera terwujud seluruhnya.
Sambung Zulfahri Siagian, masih ada sebahagian kapal perikanan yang tidak memiliki izin akan tetapi masih bisa menjalankan kapal perikanannya untuk menangkap ikan. Sehingga tidak adanya keadilan dalam pungutan PNBP pasca produksi.
"Kapal yang telah memiliki izin harus membayar PNBP pasca produksi. Sedangkan kapal perikanan yang tidak memiliki izin, tidak membayar apa pun termasuk PNBP. di sini kami mengharapkan kepada Direktur Perizinan agar memberikan solusi," jelas Zulfahri Siagian.
Zulfahri berharap agar para nelayan yang bekerja di atas kapal perikanan memiliki jaminan sosial, sehingga nelayan benar-benar terlindungi. (Awal yatim)