![]() |
Gambar ilustrasi buku pendidikan. (foto/ist) |
Berdasarkan informasi yang dihimpun medanmerdeka.com, dugaan praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN) terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif. Pola lama yang disebut-sebut masih berlangsung melibatkan pengadaan buku, sampul rapor, seragam olahraga, kalender, spanduk, baliho, hingga kegiatan bimbingan teknis (bimtek) dan sosialisasi, mulai dari jenjang PAUD hingga SMP.
Indikasi penyimpangan diduga kuat berkaitan dengan bagi-bagi proyek kepada tim sukses, pendukung politik, atau oknum tertentu yang memanfaatkan program BOS demi keuntungan pribadi.
Sejumlah sumber menyebutkan, sulit dipercaya jika para pejabat struktural di Dinas Pendidikan (Disdik) tidak mengetahui praktik ini, kecuali jika mereka memang sudah "dikondisikan".
"Permainan proyek seperti ini seakan tidak pernah ada habisnya. Bahkan saat kepemimpinan kepala daerah baru, indikasi kecemburuan antar kelompok mulai terlihat dan berpotensi memicu gesekan internal," ungkap salah satu sumber yang enggan disebutkan namanya.
Padahal, Dinas Pendidikan Kabupaten Batu Bara tercatat beberapa kali harus berhadapan dengan aparat penegak hukum (APH) akibat penyimpangan yang berulang. Namun hingga kini, belum ada efek jera yang dirasakan.
Masyarakat berharap, Bupati dan Wakil Bupati yang baru dapat mengambil langkah tegas untuk menertibkan sistem pengadaan dan penggunaan dana pendidikan secara transparan, serta memastikan tidak ada lagi penyalahgunaan anggaran yang merugikan dunia pendidikan di Batu Bara.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, sejumlah Ormas dan kalangan masyarakat Batu Bara, menyoal pengadaan buku belajar mulai dari jenang PAUD, SD hingga SMP. Kuat dugaan, pengadaan buku ini menjadi proyek tahunan oknum-oknum untuk meraup keuntungan.
Salah seorang tokoh masyarakat Batu Bara yang enggan disebutkan namanya mengaku prihatin dengan kondisi pendidikan saat ini. Dikatakannya, di satu sisi pemerintah memprogramkan pendidikan gratis untuk mewujudkan generasi Emas Indonesia. Namun kenyataan di lapangan justru berbeda.
“Katanya pendidikan gratis, tapi mengapa masih ada jual beli buku yang setiap tahun ganti kurikulum untuk PAUD, SD hingga SMP,” ujarnya dengan nada bertanya, Rabu (15/7/2025).
Fenomena jual buku ini sudah diduga sudah menjadi tradisi setiap tahun. Tak dipungkiri proyek jual buku ini diperankan oknum-oknum tertentu yang diduga melibatkan oknum di Dinas Pendidikan Batu Bara. “Kuat dugaan jualan buku ini sudah tersistem matis mulai Dinas Pendidikan, Kepsek hingga guru,” kata pengurus Ormas di Batu Bara.
Bayangkan, sambungnya, untuk saat ini saja jumlah siswa SD di Batu Bara mencapai 46 ribu. “Ini baru tingkat SD, berapa uang yang beredar,” ungkapnya.
Oleh karena itu, ia berharap Pemkab Batu Bara hingga aparat penegak hukum untuk bertindak dalam memberantas dugaan penyimpangan yang berlindung di balik pendidikan. “Sudah saatnya pemerintah daerah mendukung program Presiden Prabowo untuk sekolah gratis,” pungkasnya.
Berdasarkan Permendikdasmen Nomor: 8 2025 terkait dana BOS yang bisa digunakan untuk pengadaan buku telah diterapkan 10 sanpai 15 persen maksimal dana BOS yang bisa dibelanjakan untuk pengadaan buku ini. Jika rata rata siswa/i penerima 900 ribu kalau dijumlahkan jumlah siswa 46 ribu siswa maka total dana BOS SD ini total Rp.41.4 Miliar.
Namun sesuai Permendikdasmen hanya membatasi bisa dibelanjakan 10 sampai 15 persen saja untuk pengadaan buku ini. Aturan Permendikdasmen dari angka minimal 10 persen saja untuk buku yang dibelanjakan sangat menjajikan.
Kabid SD Dinas Pendidikan kabupaten Batu Bara Ardat saat dikonfirmasi terkait pengadaan buku ini, semua terekomendasi melalui kepala Dinas Pendidikan. Sementara Plh Kadisdik Batu Bara, Edwin Sitorus yang dihubungi medanmerdeka.com, handphone selularnya tidak aktif. (zein)