Beasiswa diberikan setelah keduanya memberikan kritikan terhadap kebijakan Omnibus Law oleh Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi).
Pada awalnya kedua mahasiswa tersebut menjadi penanya pada Seminar Nasional dengan tema “Pancasila dalam Era Globalisasi Demi Menciptakan Pemimpin Menuju Indonesia Emas 2045” di Universitas Trisakti yang dihadiri oleh Bahlil Lahadalia, Ketua Taruna Merah Putih Maruarar Sirait dan Komisaris PT Telkom Rizal Malarangeng.
Mahasiswa pertama, Rino Faldi dari Fakultas Hukum Trisakti mengkritisi kebijakan Omnibus Lawa dengan menyoroti tentang tenaga kerja asing. Dia mempertanyakan keberpihakan pemerintah terhadap rakyat Indonesia.
“Hari ini omnibus lawa awal awalnya tidak ada pelibatan masyarakat, saat itu sedang PPKM. Kedua investasi hari ini meresahkan karena banyaknya tenaga kerja asing di Indonesia. Terus hari ini tempat kelahiran Bapak dari Morowali, masyarakat asli sana tidak mendapat pekerjaan di situ. Bagaimana keberpihakan Bapak? Apakah investasi ini hanya milik investor atau rakyat Indonesia?” ungkap Rino di Universitas Trisakti, Jumat (15/7/2022).
Mahasiswa kedua, Muhammad Sadam Husein dari Fakultas Hukum Trisakti yang mempertanyakan tentang keterbukaan revisi Omnibus Law dan jaminan hak masyarakat adat dari derasnya investasi.
“Investasi dibuka selebar-lebarnya, tetapi bagaimana hak masyarakat adat Pak? kalau nanti investasi masuk nasib mereka bagaimana? itu juga harus diperhatikan Pak,” tegas Sadam.
Mendengar pertanyaan tersebut, Bahlil langsung menjawab berbagai pertanyaan tersebut. Bahlil memastikan bahwa tenaga kerja asing yang masuk untuk transfer knowledge karena ada berbagai jabatan yang belum bisa dikerjakan oleh SDM dalam negeri.
“Kita ciptakan dulu pabriknya, kita jadikan dulu baru transfer knowledge. Semasa Covid, semua tenaga kerja yang datang ke Indonesia harus mendapat persetujuan Kementerian Investasi, saya sortir itu semua,” jawab Bahlil.
Terkait masyarakat adat, Bahlil memastikan tidak ada perampasan hak-hak atas tanah masyarakat adat. Yang ada selama ini adanya pihak ketiga yang memprovokasi masyarakat desa agar menaikkan harga tanah mereka.
“Saya sejak menjadi menteri, saya tidak mau tangan saya memperkosa hak-hak dari masyarakat adat setempat. Saya ditukar apa pun saya enggak mau, saya tahu orang susah. sejengkal tanah di kampung itu sangat bermartabat menyangkut harga diri mereka. Saya tidak ingin bagian dari melecehkan itu. Saya tahu orang susah itu hatinya gimana,” pungkasnya.
Bahlil mengapresiasi keberanian mahasiswa untuk mengkritisi kebijakan pemerintah. Bahlil menyebut kedua mahasiswa tersebut hebat dan mampu mengeluarkan keresahannya. “Yang kayak begini enak, dapat beasiswa. Kau dapat beasiswa sampai selesai. Hebat kalian aku suka,” ungkap Bahlil.(mm/ril)