Ketum DPP PPAB Simalungun Jantoguh Damanik dan Ketua Dewan Hukum DPP PPAB Simalungun Hermanto Sipayung. (mm/joenainggolan) |
Surat tentang penegasan tanah ulayat/tanah adat Simalungun dengan tembusan Ketua DPR-RI, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kantor Staf Presiden RI dan Deputi V Kepala Staf Kepreaidenan RI Jaleswari Pramodhawarni, Panglima TNI, Kapolri, Gubernur Sumatera Utara (Gubsu), Bupati Simalungun, DPRD Simalungun, Kapolres Simalungun, organisasi dan institusi Simalungun.
Surat itu ditandatangani Ketua Umum DPP PPAB Simalungun Jantoguh Damanik dan Sekretaris Jenderal Akher Afrullah Sinaga.
Sebagai lembaga pemangku adat dan budaya, PPAB melalui suratnya dengan tegas menyatakan, keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lamtoras) tidak memiliki tanah adat di Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun.
Hal itu dikatakan Jantoguh Damanik bersama Ketua Dewan Hukum DPP PPAB Simalungun Hermanto Sipayung dalam konferensi pers yang digelar di salah satu cafe Kota Siantar. Jantoguh sebut, pernyataan itu berlandaskan sejarah kerajaan di Simalungun.
Dikatakannya, Simalungun diawali fase Kerajaan Nagur kemudian menjadi kerajaan berempat (harajaon maropat) yang terdiri dari Kerajaan Siantar (marga Damanik), Kerajaan Panei (marga Purba Dasuha), Kerajaan Silau (marga Purba Tambak) dan Kerajaan Tanah Jawa (marga Sinaga).
Dari harajaon maropat lalu menjadi harajaon marpitu (kerajaan bertujuh). Diantaranya, selain harajaon maropat, ada tiga lagi kerajaan, yakni, Kerajaan Raya (marga Saragih Garingging), Kerajaan Purba (marga Purba Pak-pak) dan Kerajaan Silimahuta (marga Girsang).
Pada masa itu, kata dia, yang menguasai dan yang memiliki seluruh tanah (lahan) di wilayah Simalungun adalah raja berdasarkan wilayah masing-masing. Lalu tanah di masa itu dikelola oleh keluarga raja dan juga diberikan kepada rakyat untuk dikelola.
"Pada masa kerajaan Simalungun, Desa Sihaporas Kecamatan Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara, adalah merupakan wilayah Kerajaan Siantar (marga Damanik)," ucapnya.
Jantoguh mengatakan, sesuai hasil Forum Group Diskusi (FGD) PPAB bekerjasama dengan Pemkab Simalungun dengan narasumber ahli hukum adat dari Universitas Sumatera Utara (USU), bahwa yang berhak menyatakan atau memiliki tanah adat di wilayah Simalungun adalah ahli waris harajaon Simalungun, serta marga-marga suku Simalungun.
"Berdasarkan sejarah Simalungun, dengan tegas kami menyatakan, tidak ada tanah adat keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas di Desa Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, dan di wilayah manapun di Kabupaten Simalungun. Karena marga Ambarita bukanlah merupakan keturunan dari salah satu kerajaan yang pernah memimpin di Simalungun," paparnya.
Marga Ambarita, katanya, merupakan pendatang di Simalungun dan bukanlah salah satu marga dari suku Simalungun. "Wilayah hukum adat dari masyarakat adat Simalungun tidak boleh di klaim masyarakat pendatang sebagai tanah adatnya, sebab hal itu adalah indikasi kuat pemalsuan hak, atau indikasi kuat klaim palsu yang tidak dapat dibenarkan," kata dia
Untuk itu, sambungnya, PPAB Simalungun meminta Pemerintah RI maupun pemerintah daerah, bila akan menetapkan peraturan tentang tanah adat di Kabupaten Simalungun, agar mengacu kepada kriteria yang telah disimpulkan melalui FGD. (joenainggolan)