![]() |
Choking Susilo Sakeh |
Musyawarah Perencanaan Pembangunan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (Musrenbang RKPD) Sumatera Utara yang berlangsung sejak Rabu 12 April 2023 kemarin, dibuka dengan pemutaran video, yang konon, berisi capaian Sumatera Utara selama lima tahun terakhir.
Tidak ada yang menarik dari kegiatan rutin seperti ini. Kecuali : video tersebut. Bayangkan, dalam video berdurasi sekitar 90 menit itu, tak ada muncul sosok Wakil Gubernur Sumut, Musa Rajeckshah, walau cuma persekian detik sekalipun (viva. co.id, 13 April 2023).
Lho, kok?
Dari menyaksikan video tersebut, tersimpulkan bahwa Provinsi Sumatera Utara sejak 5 September 2018 hanya dipimpin oleh satu orang saja, yakni Edy Rahmayadi sebagai Gubernur Sumut. Itu artinya, video ini mengingkari fakta bahwa KPU telah menetapkan pasangan ‘Eramas’ (Edy Rahmayadi/Musa Rajeckshah) sebagai pemenang Pilgubsu 2018. Pun mengingkari fakta, bahwa Presiden Jokowi telah melantik Edy Rahmayadi/Musa Rajeckshah sebagai gubernur Sumut dan Wakil Gubernur priode 5 September 2018 s/d 5 September 2023, pada 5 September 2018 di Istana Negara Jakarta.
Video inipun mencoba memberi pemahaman, bahwa segala capaian Sumut sejak 5 September 2018 lalu -- andaipun itu bisa dianggap sebagai capaian -- merupakan hasil kerja dari satu orang saja : Gubernur Sumut Edy Rahmayadi. Karenanya, segala puja-puji hanya layak ditujukan kepada Gubernur Sumut Edy Rahmayadi. Dan pada gilirannya, video tersebut pun mencoba memunculkan kesan bahwa Gubernur Sumut Edy Rahmayadi adalah ‘Orang Hebat’ di Sumut saat ini.
Yang membuat semakin asyik, Gubsu Edy Rahmayadi marah -- atau mungkin pura-pura marah -- prihal video tersebut. Namun, kemarahan Edy Rahmayadi bukan dikarenakan tidak adanya wajah Wagub Sumut di video tersebut. Melainkan, durasi video tersebut terlalu panjang, sehingga Edy Rahmayadi tak sempat punya waktu yang cukup untuk menyalurkan kegemarannya : berpidato panjang lebar.
Bukan Main…
Budaya Menjilat
Siapapun yang sempat menyaksikan video yang merupakan produksi Bappeda Litbang Pemprov Sumut, akan dengan gampang mengambil kesimpulan, bahwa video ini merupakan produk dari ‘budaya menjilat’. Dan budaya menjilat ini, meski sudah menjadi hal lumrah di dalam sistem birokrasi di negeri ini, tetap saja menjadi sesuatu yang menggelikan dan konyol.
Yang pasti, salah satu muatan dari budaya menjilat itu adalah penuh dengan kebohongan. Budaya menjilat yang dilakukan seorang bawahan kepada atasannya, tak lebih adalah upaya sang bawahan untuk menunjukkan tingkat loyalitasnya kepada atasan. Dan budaya menjilat ini cenderung dilakukan oleh bawahan yang sangat menyadari keterbatasan kemampuannya.
Sebaliknya, atasan yang tak menolak dijilat bawahan, itu sama artinya membiarkan sikap kebohongan terhadap dirinya terus belangsung. Budaya menjilat ini, pastilah karena penjilat dan orang yang suka dijilat adalah orang-orang yang satu frequensi.
Budaya menjilat di dalam suatu kelompok, tidak akan muncul begitu saja. Melainkan melalui sebuah proses, dan bermula dari sikap seorang atasan terhadap budaya menjilat tersebut. Intinya, budaya menjilat tidak akan muncul di dalam sebuah kelompok, jika pemimpin kelompok tersebut memang tidak suka dijilat. Sebaliknya, budaya menjilat akan tumbuh subur di dalam sebuah kelompok, jika pemimpin kelompok tersebut memang gemar dijilat.
Dan lebih jauh lagi, budaya menjilat pun gampang muncul di sebuah kelompok kerja yang minim prestasi. Sebab, pada kelompok semacam ini, budaya menjilat memang dibutuhkan untuk menutupi kelemahan kinerjanya, dan tentunya dengan kebohongan demi kebohongan. Sedangkan pada kelompok kerja yang sarat dengan prestasi, maka budaya menjilat tidak akan mendapatkan tempat sama sekali.
Bung, apapun itu, faktanya : video yang mengawali kegiatan Musrenbang RKPD Sumut beberapa hari lalu, telah mencoba memunculkan sosok ‘Orang Hebat’ di Sumut. Meskipun video itu nyata sekali adalah sebuah produk dari budaya menjilat, mudah-mudahan itu bukanlah produk sebuah kebohongan.
Mangkanya…
------------------------
*Penulis adalah Jurnalis, warga Sumut yang taat membayar pajak.