![]() |
Choking Susilo Sakeh |
Pola kepemimpinan ‘mentang-mentang’, memang menjadi ciri khas dan sudah diterapkan Bobby Nasution sejak ia menjadi Walikota Medan (26 Febr.2021 – 20 Febr.2025). Saat itu masih bisa diterima akal -- meski terpaksa, mengingat statusnya sebagai menantu presiden Joko Widodo.
Publik tentu masih ingat, bagaimana konflik pengawal Bobby Nasution dengan jurnalis, di awal masa kepemimpinannya sebagai Walikota Medan. Begitu juga tentang pencopotan beberapa bawahannya dengan cara sesukanya. Dan yang pasti sulit dilupakan, adalah tentang beberapa proyek Bobby Nasution yang mangkrak atau yang sudah selesai tapi masih berantakan. Ditambah beberapa hal-hal lainnya.
Sebagai Walikota Medan, Bobby Nasution merasa dialah penentu dan pengendali apa dan bagaimana Kota Medan. Bobby Nasution mengabaikan kritik warga Kota Medan, yang notabene adalah warga yang membayar gaji dan biaya hidup Bobby Nasution sebagai Walikota Medan.
Memang kemudian bisa dimaklumi, kenapa Bobby Nasution menerapkan pola kepemimpinan mentang-mentang saat menjadi Walikota Medan. Bobby Nasution diketahui adalah sosok yang minim pengalaman kepemimpinan. Faktor ini membuat Bobby Nasution cenderung mudah gagap dan tak bijak saat menghadapi beragam masalah yang datang bertubi-tubi. Namun, statusnya saat itu sebagai menantu Presiden Jokowi, telah mendorong Bobby Nasution untuk bersikap mentang-mentang sebagai cara paling gampang di dalam mengatasi masalah-masalah yang ada.
Dengan penuh keyakinan, Bobby Nasution bebas melakukan kebijakan apa saja, bahkan mungkin yang melanggar etika, aturan dan hukum sekalipun. Sebab, dia memastikan tidak akan ada aparat penegak hukum berani memeriksanya. Kemudian memang terbukti, Bobby Nasution bisa mengakhiri jabatannya sebagai Walikota Medan tanpa pernah sekalipun ada aparat penegak hukum yang memeriksa kebijakannya.
Kini, Bobby Nasution menjabat sebagai Gubernur Sumatera Utara priode 2024-2029, terhitung sejak dilantik pada 20 Februari 2025. Di saat bersamaan, mertua Bobby Nasution Joko Widodo pun sudah sekitar delapan bulan menjadi mantan presiden. Yakni, sejak Prabowo dilantik sebagai Presiden Indonesia pada 20 Oktober 2024. Meski mertuanya telah menjadi mantan, namun Bobby Nasution masih saja menerapkan pola kepemimpinan mentang-mentang.
Dan jeblok di kasus Blok Singkil, itulah hasil mentang-mentangnya…
*
Baru beberapa saat menjabat sebagai Gubernur Sumut, sedikitnya terjadi dua kali ‘konflik’ dengan jurnalis karena ruang gerak jurnalis di Kantor Gubernur Sumatera Utara dibatasi oleh aparat yang bertugas. Lalu, beberapa eselon dua dicopot dengan beragam alasan pembenar. Dan yang terheboh, adalah kasus Blok Singkil -- tentang empat pulau di Kabupaten Aceh Singkil yang dipindahkan Mendagri menjadi milik Sumut.
Ketika Presiden Prabowo memutuskan empat pulau tersebut tetap menjadi milik Aceh, Bobby Nasution dengan entengnya malah memprovokasi warga Sumut untuk bisa menerima dan tidak terhasut dengan Keputusan Presiden Prabowo. Padahal, secara kasat mata gampang sekali diketahui, bahwa mayoritas warga Sumut menolak Keputusan Mendagri yang berbau amis tersebut.
Hal-hal ini, adalah beberapa contoh pola kepemimpinan mentang-mentang yang masih diterapkan Bobby Nasution, kini saat dia menjadi Gubernur Sumatera Utara. Sepertinya, Bobby Nasution menganggap statusnya sebagai menantu mantan Presiden masih tetap ditakuti, sebagaimana dulu saat Jokowi masih berstatus sebagai Presiden.
Padahal, ‘cengkeraman tangan kekuasaan’ Jokowi kini mulai melemah, seiring posisi Jokowi yang kini cuma sebagai mantan presiden. Kegagalan Bobby Nasution ‘menguasai’ Blok Singkil, pun banyaknya warga Sumut mengejeknya karena kasus Blok Singkil ini, sesungguhnya adalah gambaran bagaimana Bobby Nasution kini tak bisa lagi mengandalkan pola kepemimpinan mentang-mentang, akibat semakin melemahnya cengkeraman tangan Jokowi di pemerintahan saat ini.
Dan Bobby Nasution mestinya belajar dari kasus Blok Singkil.
Bobby Nasution jangan lagi menerapkan pola kepemimpinan mentang-mentang di dalam memimpin Sumatera Utara. Dia jangan lagi mengabaikan etika dan aturan yang ada. Sebab, tak tertutup kemungkinan, cengkeraman tangan Jokowi di pemerintahan saat ini akan semakin terus melemah dan melemah.
Di saat cengkeraman tangan Jokowi semakin melemah, itu berarti akan semakin besar peluang dan keberanian aparat penegak hukum melakukan pengawasan terhadap segala kebijakan Bobby Nasution sebagai Gubernur Sumut. Bahkan juga, melakukan pengawasan atas kebijakan Bobby Nasution terdahulu saat menjadi Walikota Medan. Dan itu, berarti malapetaka.
Mangkanya…
---------------------
*Penulis adalah Jurnalis Utama, menetap di Medan.