![]() |
Choking Susilo Sakeh. |
JUM’AT (27/6/2025), satu orang tewas akibat tawuran antarwarga di Belawan. Dua hari sebelumnya, Walikota Medan Rico Waas melakukan patroli malam menaiki sepeda motor. Kemudian, dia memastikan bahwa keamanan Kota Medan tetap kondusif.
Tawuran antarwarga di Belawan ini, merupakan yang kedua kalinya terjadi di masa kepemimpinan Rico Waas. Bulan lalu, seorang remaja tewas saat terjadi tawuran antarwarga di Belawan, Sabtu malam (3/5/2025).
Menariknya, hingga kini tak pernah terdengar ada omon-omon Walikota Medan Rico Waas soal tawuran antarwarga di Belawan tersebut. Padahal, masalah tawuran antarwarga di Belawan yang terus terjadi ini, mestinya tak boleh dianggap sebagai hal sepele. Padahal lagi, warga Kota Medan sudah mengenal Rico Waas sebagai Walikota yang hobinya omon-omon, dan bisanya memang cuma omon-omon.
Ahai, ‘omon-omon’?
Konon, omon-omon sepertinya memang menjadi satu-satunya tugas utama Rico Waas sebagai Walikota Medan priode 2024-2029. Baik omon-omon saat menerima audiensi, omon-omon saat acara hura-hore, ataupun omon-omon ketika meninjau kesana-sini. Karenanya, tugas omon-omon tak boleh diwakili oleh Wakil Walikota atau Kepala Dinas atau Camat, apalagi cuma sekelas Lurah, meskipun omon-omon itu hanya tentang sunat massal 100 anak-anak. Pokoknya, motto Walikota Medan Rico Waas adalah : tiada hari tanpa omon-omon.
Adapun aspek lainnya, seperti tawuran antarwarga di Belawan, lalulintas yang macet, begal-maling dan premanisme, kacau-balaunya parkir, banjir dan genangan air, kondisi jalan kota yang rusak, pengangguran dan tingkat kemiskinan serta berbagai hal lainnya yang berdampak langsung kepada kemashlahatan warga kota, seakan itu cumalah kerja sambilan Walikota Medan.
Begitu pula halnya dengan proyek Bobby Nasution yang sudah diresmikan namun masih berantakan, maupun beberapa proyek Bobby Nasution lainnya yang masih mangkrak, seakan hanyalah tugas sampingan seorang Walikota Medan untuk bagaimana bisa membenahi proyek tersebut.
Maka, alangkah sialnya warga Kota Medan yang pada 1 Juli 2025 ini genap berusia 435 tahun. Sebanyak Rp 82 Miliar duit rakyat Medan telah dihabiskan untuk Pilkada Medan tahun 2024. Tapi pilkada tersebut hanya menghasilkan seorang walikota yang mengalami gejala “terkejut badan berkepanjangan”, syor sendiri dan bisanya cuma omon-omon belaka. Kota Medan nan tua ini, pun berpeluang akan semakin ringkih dan semakin babak belur hingga ke tahun 2029 mendatang, saat dipimpin oleh Rico Waas.
*
Rico Waas dilantik sebagai Walikota Medan pada 20 Februari 2025. Berarti, Rico Waas berkantor di Balaikota Medan selama sekitar 130. Dan selama itu pula, entah sudah berapa telah ratus kali omon-omon. Dari sekian hari banyak omon-omon Rico Waas tersebut, entah sudah berapa kali dia mengatakan : “Saya harap….”, “Saya minta…”, “Saya akan…”, “Saya ingatkan…”, “Saya mengajak…”, “Saya imbau…”, dan “Saya seterusnya...”.
Kemudian, dari ratusan omon-omon Rico Waas tersebut, adakah yang sudah berubah wujud menjadi karya nyata dan bermanfaat bagi kemashlahatan warga Kota Medan? Atau hanya tetap berwujud sebagai omon-omon belaka?
Bahwa, siapapun dia, dipastikan akan gagal memimpin Kota Medan jika menganggap dirinya adalah “Superman” -- merasa mampu bekerja sendirian dan tidak membutuhkan dukungan penuh dari warganya. Agar seorang Walikota Medan berhasil memimpin Kota Medan, mestilah dia didukung penuh oleh warganya. Untuk bisa mendapat dukungan penuh dari warga kota heterogen yang kini dihuni sekitar 2,54 juta jiwa ini, seorang Walikota Medan mestilah sosok yang punya etika, rendah hati, mau mengakui kesalahan sekaligus meminta maaf, serta sadar diri bahwa Walikota adalah pelayan untuk rakyatnya.
Sebaliknya, jika Walikota Medan berperangai egois, meremehkan etika, tak pernah mau meminta maaf karena merasa Walikota tak pernah bersalah, pantang tak hebat, syor sendiri, tak terima dan sakit hati jika dikritik, serta menganggap jabatan walikota adalah segalanya, maka dipastikan akan gagal memimpin Kota Medan karena tak akan didukung penuh oleh warganya.
Seorang Walikota Medan pun mestinya sangat faham, bahwa warganya adalah rakyat yang membayar berbagai pajak dan retribusi. Dana yang terkumpul dari pajak dan retribusi tersebut, kemudian dipergunakan antara lain untuk membayar gaji plus biaya kelakuan Walikota Medan. Karenanya, sangat sulit diterima akal sehat, jika seorang Walikota Medan merasa paling hebat dan lebih hebat dari rakyatnya.
*
Pada 10 April 2025, Walikota Medan Rico Waas secara tiba-tiba menolak menerima audiensi Pengurus KORMI (Komite Olahraga Masyarakat Indonesia) Medan tanpa alasan apapun, meski audiensi itu telah dijadwalkan sejak awal. Sikap Walikota Medan Rico Waas tersebut, telah memberitahu kita tentang bagaimana perilaku Rico Waas terhadap warganya -- warga yang telah memberinya amanah, sekaligus warga yang membayar gajinya sebagai Walikota Medan.
Ternyata, Rico Waas adalah sosok yang meremehkan etika saat menghadapi warganya. Dia menganggap, jabatannya sebagai walikota adalah segala-galanya dan warganya harus mengikuti maunya. Rico Waas pun menganggap, tindakannya menolak audiensi itu secara tiba-tiba dan tanpa alasan, bukan sebuah kesalahan dan karenanya dia merasa tak perlu meminta maaf.
Sungguh sebuah sikap tak beretika. Karenanya, wajarlah jika kemudian ada anggapan, bahwa Kota Medan kini krisis aturan dan kesantunan (“Pak Wali, Medan Krisis Aturan dan Kesantunan”, Waspada.id., 25/6/2025).
Dari penolakan audiensi KORMI Medan tersebut, pun kemudian juga diketahui bahwa Rico Waas adalah Walikota Medan yang mengutamakan kelompoknya dan fihak-fihak yang telah dan mau mendukungnya. Pada giliran berikutnya, Rico Waas merasa sakit hati dan tak terima jika tindakannya dikritik meski tindakannya tersebut salah dan tak beretika.
Perilaku Rico Waas semacam inilah yang diduga menjadi penyebab, ketika terjadi ‘keributan’ antara jurnalis dengan pengawalnya baik di masa-masa awal saat dia menjadi Walikota Medan, maupun ketika Rico Waas menyambut jema’ah haji di Asrama Haji Medan beberapa hari lalu.
Maka, dari ratusan omon-omonnya selama menjadi Walikota Medan, kita pun tak pernah mendengar atau membaca permohonan ma’af Rico Waas tentang apapun yang menyangkut pelayanannya kepada warga Kota Medan yang telah membayar gajinya. Dia tetap saja berjalan semaunya sendiri -- syor sendiri -- tak perduli apakah itu bermanfaat atau tidak bagi kemashlahatan warga Kota Medan.
*
Kini, Kota Medan genap berusia 435 tahun. Sebuah usia yang relatif tua. Namun, tua tak semestinya ringkih, apalagi sampai babak belur. Tua tetap bisa menjadi perkasa dan mengundang decak kagum. Ingatlah, Kota Medan punya potensi besar untuk menjadi perkasa, yakni keberagaman Kota Medan yang sudah berlangsung setua usianya. Namun, kesemuanya itu sangat tergantung dengan bagaimana perilaku Rico Waas didalam memimpin Kota Medan.
Dengan melihat karakter Rico Waas seperti tersebut di atas, maka warga Kota Medan pun sudah bisa membayangkan bagaimana wajah Kota Medan hingga tahun 2029 : Kelak, Medan adalah sebuah kota tua yang sangat berpeluang menjadi kota yang semakin ringkih dan semakin babak belur.
Masalah tawuran antarwarga di Belawan yang terus berulang, kemacetan lalulintas, parkir yang brutal, begal-maling dan premanisme, banjir dan genangan air, kondisi jalan kota yang rusak, tingkat pengangguran dan rakyat miskin, akan membuat Kota Medan menjadi semakin ringkih. Sebab, Rico Waas dipastikan tak akan mampu mengatasinya. Begitu pula dengan berbagai proyek Bobby Nasution, baik yang telah diresmikan namun masih berantakan maupun beberapa proyek yang masih mangkrak, akan ikut menambah buruk wajah Kota Medan. Sebab, Rico Waas dipastikan takkan bisa berbuat apa-apa.
Sungguh taklah sulit membayangkan, bagaimana kelak Kota Medan saat dipimpin Rico Waas hingga empat tahun ke depan. Sama tak sulitnya menjawab, kenapa Rico Waas tak pernah omon-omon tentang tawuran antarwarga di Belawan, kenapa Rico Waas tak pernah omon-omon meminta maaf kepada warganya.
Yang sulit itu adalah, menjawab : bagaimana bisa muncul warna biru di dalam sejarah panjang peradaban Kota Medan, sehingga warna biru itu kini mendominasi logo ulang tahun ke 435 tahun Kota Medan?
E’eh, abaikan itu. Ayo, tetaplah terus berhura-hore di ulangtahun ini!
Mangkanya…
------------------
*Penulis adalah Jurnalis, warga Kota Medan.