Gercep KPK ‘Selamatkan’ Bobby

Sebarkan:
Choking Susilo Sakeh. (foto/dok)
MASIH berharap banyakkah dengan KPK?

Sumatera Utara lagi heboh. Orang terdekat Bobby Nasution sejak di Pemko Medan hingga ke Pemprov Sumut  --  Kadis PUPR Sumut, Topan Ginting  --  disikat KPK, menyusul operasi tangkap tangan KPK di Madina (Kamis, 26/6/2025). Ini berkaitan  dengan proyek jalan senilai Rp 231,8 miliar.

Publik kemudian ramai bersyukur dan berterimakasih kepada KPK. Sama ramainya dengan publik yang berharap, kiranya KPK tidak berhenti hanya pada sosok Topan Ginting. Melainkan juga mengusut keterlibatan Bobby Nasution sebagai Gubernur Sumut. Sebab, besar dugaan, Topan Ginting hanya menjalankan perintah dari pimpinannya.

Bersyukur, berterimakasih dan berharap, okeylah.

Tapi, mari kita ulang ingatan ke tahun lalu, pada sidang-sidang Pengadilan Tipikor di PN Ternate terkait kasus tindak pidana korupsi dengan terdakwa mantan Gubernur Maluku Utara, almarhum Abdul Gani Kasuba. Pada persidangan ini, nama Bobby Nasution dan isterinya Kahiyang Ayu muncul berulang kali, baik disampaikan langsung oleh terdakwa maupun oleh para saksi. Dan dari ruang sidang inilah, kemudian muncul istilah “Blok Medan”, sebuah tindak keterlibatan Bobby Nasution dan Kahiyang Ayu, dalam pengurusan izin tambang di Maluku Utara. 

Kasus tindak korupsi Gubernur Maluku Utara ini, diusut oleh KPK di bawah pimpinan KPK terdahulu dan di era pemerintahan Jokowi. Kini, kepemimpinan Jokowi sudah berakhir pada 20 Oktober 2024, digantikan oleh Presiden Prabowo. Pimpinan KPK, pun telah berganti. Para pimpinan KPK yang baru saat ini, dilantik oleh Presiden Prabowo pada 16 Desember 2024. Namun, mereka dipilih oleh dan di masa Presiden Jokowi.

Abdul Gani Kasuba divonis pada September 2024. Hingga kini, pernahkah KPK memeriksa Bobby Nasution dalam kasus Blok Medan tersebut? Lantas, masihkah kita berharap agar KPK mengusut dan menangkap Bobby Nasution dalam kasus ‘Geng Medan’ kali ini?

*

Sejak empat tahun terakhir ini, banyak laporan masyarakat diterima oleh lembaga penegak hukum di Jakarta, baik KPK, Kejagung maupun Mabes Polri. Yakni tentang dugaan korupsi “Geng Medan” (Bobby Nasution dkk) menyangkut beberapa proyek di Pemko Medan hingga proyek di Pemprov Sumut. Istilah Geng Medan ini muncul, untuk menyebut Bobby Nasution beserta beberapa bawahannya di Pemko Medan, yang kini diboyongnya ke Pemprov Sumut setelah Bobby Nasution dilantik menjadi Gubernur Sumut.

Berbagai proyek besar di Pemko Medan pada masa kepemimpinan Bobby Nasution, semuanya di bawah kendali Geng Medan tersebut. Secara kasat mata, publik gampang mencurigai berbagai proyek ratusan miliar tersebut, terutama dari aspek teknis dan anggaran. Beberapa proyek sudah diresmikan, namun kondisinya masih berantakan atau kualitasnya abal-abal. Beberapa proyek lainnya, mangkrak karena tak selesai hingga di akhir masa jabatan Bobby Nasution.

Namun, tak pernah sekalipun terdengar ada penegak hukum melakukan pemeriksaan terhadap berbagai proyek Bobby Nasution di Medan yang dicurigai bermasalah tersebut, termasuk juga berbagai proyek di Pemprov Sumut yang mulai digarap. Bahkan untuk sekedar pengawasan, pun kita tak pernah mendengar ada lembaga pengawasan yang menyampaikan hasil pengawasannya tentang proyek-proyek Bobby Nasution tersebut.

Publik kemudian memang pesimis, mengingat status Bobby Nasution sebagai menantu Jokowi, sang presiden saat itu. Seakan, apapun yang dilakukan Bobby Nasution, termasuk membangun secara ugal-ugalan tanpa pengawasan, takkan berani dijamah oleh aparat penegak hukum.

Dan kini, Topan Ginting yang dikenal sebagai ‘anak emas’-nya Bobby Nasution, meringkuk disikat KPK. Publik bisa memastikan, apa yang dilakukan Topan Ginting adalah berdasarkan ‘perintah’ Bobby Nasution. Lantas, bisakah publik berharap kelak KPK juga akan memeriksa dan menangkap Bobby Nasution?

*

Konon, publik meyakini bahwa Kejaksaan Agung adalah satu-satunya lembaga penegak hukum yang benar-benar berada di bawah kendali Presiden Prabowo. Lembaga ini menjadi ujung tombak pemerintahan Prabowo, di dalam memberantas tindak korupsi di negeri ini. Perintah Presiden Prabowo kepada TNI untuk membantu pengamanan kerja-kerja kejaksaan, adalah sinyal kuat tentang posisi kejaksaan di pemerintahan Prabowo. Terbukti kemudian, banyak kasus korupsi kakap, kini ditangani oleh kejaksaan. 

Akan halnya KPK, banyak publik menilai tentang masih kuatnya cengkeraman Jokowi di lembaga anti rasuah ini. Jokowi pun dinilai sebagai sosok yang melemahkan peran dan fungsi KPK di dalam pemberantasan korupsi di negeri ini.

Setelah delapan bulan menjadi mantan, cengkeraman Jokowi terhadap kekuasaan kini dinilai mulai melemah. Terutama di dalam melindungi kenyamanan anak-anak dan menantunya yang duduk di pemerintahan. Kegagalan Bobby Nasution ‘merampas’ empat pulau milik Aceh, adalah contoh terbaru tentang melemahnya cengkeraman Jokowi tersebut. Kemudian, ramainya caci-maki dan ejekan mayoritas warga Sumut terhadap Bobby Nasution di kasus empat pulau tersebut, pun menjadi indikasi tentang lemahnya dukungan warga Sumut terhadap Bobby Nasution sebagai Gubernur Sumut.

Dengan posisi Jokowi dan Bobby Nasution seperti sekarang ini, maka dugaan korupsi Geng Medan akan menjadi musibah besar jika kelak ditangani oleh lembaga kejaksaan. Dikhawatirkan, target yang disasar tidak cuma sebatas para anak buah semacam Topan Ginting dkk. Tapi langsung menusuk ke sosok pemain utamanya, Bobby Nasution. Karenanya, perlu dilakukan upaya gerak cepat (gercep) untuk ‘menyelamatkan’ Bobby Nasution pada kasus Geng Medan. 

Isyarat Geng Medan akan segera ‘ditangani’, sesungguhnya sudah muncul dua hari sebelum aksi tangkap tangan KPK. Tiba-tiba media ramai-ramai memberitakan banyaknya rumah mewah milik Topan Ginting, meski kemudian dibantah Topan. Padahal, selama ini nyaris minim media yang memberitakan ‘sisi negatif’ para Geng Medan tersebut.

Maka, isyarat itu mendorong KPK untuk gercep menangkap Topan Ginting, ketua kelas-nya Geng Medan di Pemprov Sumut. Dan langkah gercep KPK ini, didesain sebagai pemberitahuan kepada lembaga penegak hukum lainnya, bahwa kasus dugaan korupsi Geng Medan sudah ditangani oleh KPK. Karenanya, pihak lain tak perlu lagi ikut campur menangani kasus ini. Soal kemudian KPK hanya berhenti pada sosok Topan Ginting dan tidak menyasar ke Bobby Nasution, itu soal bagaimana nanti.  

Menyusul penangkapan Topan Ginting, maka Bobby Nasution pun di desain tampil sebagai pimpinan yang menyesalkan perilaku Topan Ginting dan sama sekali tak tahu menahu dengan sepak terjang Topan Ginting tersebut. Bobby Nasution harus tampil meyakinkan publik, bahwa perilaku Topan Ginting adalah murni tindakan pribadi dan di luar kendali Bobby Nasution sebagai Gubernur Sumut. 

Karenanya, wajarlah jika kemudian publik memaknai gercep KPK menangkap Topan Ginting tersebut, sesungguhnya adalah bagian dari upaya KPK ‘menyelamatkan’ Bobby Nasution dari jeratan dugaan masalah hukum yang dilakukan oleh Geng Medan. Jokowi tentu tak ingin, jika kasus Geng Medan ini ditangani oleh kejaksaan, lembaga penegak hukum yang kini tak lagi bisa dikendalikannya. 

Kemudian, masih berharap banyakkah kita kepada KPK?

*

Ahai, tetaplah percaya kepada KPK. 

Karenanya, kalien tak mesti percaya dengan tulisan ini. Anggap sajalah tulisan ini cuma omon-omon, omong kosong.  Tentunya sembari berdo’a, semoga Presiden Prabowo sangat tegas menyikapi kasus dugaan korupsi Geng Medan ini.  

Mangkanya…

------------------------------

*Penulis adalah Jurnalis, warga Kota Medan.

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini

 
Desain: indotema.com