![]() |
foto korban RK (16). (ist) |
Penahanan RK yang masih di bawah umur ini memantik keprihatinan publik. Tak hanya karena usianya yang tergolong rentan, tapi juga karena beredar dugaan serius: adanya oknum polisi yang meminta uang sebesar Rp25 juta untuk membebaskannya.
RK disebut ditahan sejak malam Minggu hingga malam Rabu. Orang tua dan kerabatnya mempertanyakan dasar hukum penahanan tersebut, terutama karena tidak disertai pendampingan dari pihak keluarga ataupun perlindungan anak, seperti yang diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak.
Dugaan semakin menguat saat nama Kanit Reskrim Polsek Medan Labuhan, Iptu HN, disebut sebagai pihak yang menerima uang tersebut. Saat dikonfirmasi wartawan, Iptu HN memberikan jawaban singkat dan belum menjelaskan secara rinci.
"Nanti saya konfirmasi sama penyidik kebenarannya, karena dia semalam dibawa ke rutan untuk dilakukan pemeriksaan," ujar HN. Ia juga menyebut RK terjaring razia pada pukul 3 dini hari.
Jawaban itu justru menambah tanda tanya. Apa dasar hukum yang digunakan untuk menahan anak di bawah umur selama hampir tiga hari? Apakah prosedur pendampingan dan perlindungan hak anak telah dilaksanakan?
Kasus ini mencuat di saat Kapolda Sumatera Utara, Irjen Pol Wisnu, dalam peringatan HUT ke-79 Bhayangkara, baru saja menegaskan komitmennya untuk menindak tegas personel yang menyalahgunakan wewenang, serta mendorong Polri menjadi pengayom yang dicintai masyarakat.
“Saya harap anggota Polri saat ini bersikap dewasa terhadap masyarakat,” ujar Irjen Wisnu, yang juga berpesan agar kepolisian menjadi teladan dalam menjunjung hukum dan keadilan.
Namun kasus RK justru menjadi potret buram yang berbanding terbalik dari semangat reformasi Polri yang digaungkan. Masyarakat berharap kasus ini diusut tuntas dan transparan. Bila dugaan pemerasan terhadap anak terbukti, maka itu bukan sekadar pelanggaran etik, melainkan bentuk nyata pengkhianatan terhadap amanah dan sumpah sebagai pelindung rakyat.
Lebih dari sekadar kasus hukum, ini soal hati nurani. Sebab anak-anak seharusnya mendapat perlindungan, bukan menjadi korban ketidakadilan. (Abdul Meliala)