![]() |
Terdakwa Ilyas Sitorus didampingi penasihat hukum. (foto:mm/ist) |
Para kuasa hukum terdakwa, yang terdiri dari Dedy Ismanto, Mulatua Pohan, Dingin Parulian Pakpahan, Petrus O. Laoli, Novrizal Zuhriandi, dan Destri Sari Ginting, secara bergantian menyampaikan poin-poin bantahan di ruang sidang Cakra 7, Kamis (14/8/2025).
Dalam Dupliknya, tim penasihat hukum membantah tuduhan JPU terkait tidak berfungsinya aplikasi yang menjadi objek perkara. Mereka menyatakan bahwa aplikasi tersebut berfungsi dan digunakan oleh para kepala sekolah dari tahun 2021 hingga 2022, hal ini sesuai kesaksian yang diungkapkan di persidangan di atas sumpah oleh para Kepala Sekolah Dasar (SD) dan Kepala Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Keterangan para saksi pengguna adalah bukti konkret yang membantah tuduhan JPU bahwa aplikasi tidak berfungsi," kata Dedy. Maka sudah sewajarnya dan sepantasnya bila terdakwa dinyatakan secara sah dan menyatakan tidak terbukti bersalah melakukan tindak Pidana sebagaimana yang didakwakan dan di tuntut oleh JPU, tambahnya.
Dedy juga mengatakan tidak berfungsi lagi aplikasi bukan menjadi tanggung jawab dari terdakwa, melainkan dan seharusnya murni menjadi tanggung jawab CV Rizky Anugrah Karya yang Wakil Direkturnya adalah Muslim Syah Margolang yang menjadi DPO (Daftar Pencarian Orang) secara hukum harus bertanggung jawab baik Pidana maupun Perdata.
Tim kuasa hukum juga menyoroti kejanggalan pada pemeriksaan ahli IT pada Juni 2024, jauh setelah aplikasi tersebut tidak lagi berfungsi sebagai keterangan para saksi JPU dalam persidangan termasuk dari pihak perusahaan PT. Rizky Anugrah Karya yang menyatakan bahwa perusahaan telah bubar pada tahun 2022 akhir, yang mengakibatkan aplikasi tidak berfungsi lagi sehingga secara hukum telah bertentangan dengan kesepakatan dalam kontrak pengadaan aplikasi tersebut.
Mereka berpendapat bahwa pemeriksaan ini tidak valid karena tidak dilakukan sejak aplikasi mulai digunakan pada tahun 2021, sebut Mulatua Pohan.
Selain itu, Mulatua Pohan keberatan dengan metode "Total Loss" yang digunakan Ahli Auditor Keuangan JPU untuk menghitung kerugian negara.
Menurut mereka, metode ini tidak adil dan tidak logis karena mengabaikan fakta persidangan yang menunjukkan bahwa aplikasi telah digunakan dan juga Saksi Ahli Auditor Keuangan hanya dengan mengambil pertimbangan dan pengamatan Saksi Ahli IT yang menyatakan Pemeriksaan Aplikasi pada bulan Juni 2024 yang menemukan Aplikasi tidak berfungsi.
"Berdasarkan keterangan para saksi-saksi Kepala Sekolah SD dan SMP di Batu Bara, aplikasi tersebut berfungsi sampai akhir tahun 2022, sehingga dengan demikian yang dilakukan saksi ahli auditor JPU menjadi tidak valid dan tidak jelas sehingga jumlah kerugian Negara menjadi tidak pasti jumlahnya," papar Mulatua Pohan.
Masih menurutnya berbagai kegiatan telah di laksanakan mulai dari Bimtek di Singapore Land Hotel Sei Balai, Batu Bara, yang didukung dengan komsumsi, ATK dan sejenisnya termasuk pendampingan di tiap kecamatan sama sekali tidak dihitung oleh Ahli Auditor Keuangan. Hal ini mempertegas bahwasanya terdakwa sama sekali tidak melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan JPU, baik dalam dakwaan Primair maupun dalam dakwaan Subsidair, tambanya dalam pembacaan duplik terdakwa.
"Disatu sisi bahwa kontruksi sikap batin terdakwa Ilyas Sitorus, oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) juga telah diubah. Dalam Surat Tuntutan JPU mengatakan, terdakwa Ilyas Sitorus "Dengan lalau tidak melakukan pemeriksaan hasil pekerjaan". Namum dalam Replik JPU kemudian mengubah menjadi "Telah dengan sengaja tidak melakukan pemeriksaan pekerjaan", perubaham dalil JPU mengenai sikap batin terdakwa. Menurut pendapat kami yang Mulia perlu ditanggapi sikap batin memang bersifat psikologi, tetapi dapat dinilai dari hubungan batin pelaku dan perbuatannya," papar Mulatia Pohan.
Ilyas Sitorus Tidak Terima Aliran Dana
Dalam duplik tersebut, terdakwa Ilyas Sitorus, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Dinas Pendidikan Batu Bara, menegaskan bahwa dirinya tidak pernah menerima aliran dana dari CV. Rizky Anugrah Karya. Seluruh uang proyek ditransfer sepenuhnya ke rekening perusahaan tersebut. "Tanggung jawab pidana seharusnya dibebankan kepada pihak perusahaan," ujar Dingin P. Pakpahan selaku tim PH terdakwa Ilyas.
Terkait uang sebesar Rp500 juta yang dititip Ilyas, penasihat hukum menjelaskan bahwa uang tersebut merupakan titipan sukarela sebagai wujud tanggung jawab moral, bukan pengakuan bersalah. Oleh karena itu, melalui PH memohon agar uang tersebut dikembalikan karena bukan bagian dari hasil kejahatan. "Uang itu bukan bagian dari uang hasil kejahatan, sehingga kami mohon agar dikembalikan," tegas Petrus O. Laoli.
Pada bagian akhir duplik, penasihat hukum juga menyatakan bahwa kegagalan operasional aplikasi setelah tahun 2022 adalah tanggung jawab CV. Rizky Anugrah Karya dan PT. Literasia Edutekno Digital, yang kini telah tutup. Secara hukum, terdakwa Ilyas Sitorus tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas kegagalan yang terjadi, tambah Penasehat hukum terdakwa.
Menanggapi duplik tersebut, JPU Deny A.F. Sembiring dan Rahmad Hasibuan menyatakan tetap pada tuntutan semula. "Kami tetap pada tuntutan semula sebagaimana yang telah kami bacakan sebelumnya," ujar Deny saat ditanya oleh Hakim Ketua Sulhanuddin.
Setelah mendengarkan duplik dari tim penasehat hukum dan tanggapan JPU, Hakim Ketua Sulhanuddin memutuskan untuk menunda persidangan. Sidang selanjutnya akan digelar pada dua minggu ke depan, tepatnya pada tanggal 28 Agustus 2025.[rel]