![]() |
Ketua KORMI Sumut sekaligus Bupati Batu Bara, Baharuddin Siagian.(foto/ist) |
Ini merupakan penurunan drastis dibanding Fornas 2023 di Jawa Barat, di mana Sumut kala itu berhasil membawa pulang 15 emas, 20 perak, dan 7 perunggu.
Apa yang salah?
Menurut sejumlah pegiat, minimnya kuota peserta dan tidak adanya dukungan pendanaan dari KORMI Sumut menjadi faktor utama keterpurukan ini. Banyak pegiat dan pelatih yang harus menggunakan dana pribadi untuk bisa ikut serta. Sebagian bahkan mencari tiket murah lewat jalur Lombok-Bali-Medan untuk menghemat ongkos.
Yang menyakitkan, saat para pegiat berjuang dalam keterbatasan, Ketua KORMI Sumut H. Baharuddin Siagian — yang juga menjabat sebagai Bupati Batu Bara — baru muncul di acara penutupan. Bukannya membawa solusi struktural, ia malah memberi pinjaman uang Rp5–15 juta ke Inorga yang masih berada di Lombok, yang dijanjikan akan dipotong dari dana hibah jika cair nanti. Sementara mereka yang sudah pulang? Tak kebagian sepeser pun.
“Kita dapat pinjaman Rp15 juta, tapi kebutuhan kami di sana mencapai Rp45 juta. Jauh dari cukup,” ujar Yus Adipati dari IOSKI Sumut.
“Kami harus pulang lewat Bali demi cari tiket murah. Ada Inorga lain yang bahkan batal berangkat karena gak sanggup talangi dana,” tambahnya.
Hal serupa diungkap Emil dari IDCA:
“Kita cuma dikasih kuota satu orang! Tapi kami tetap sumbang perak. Bayangkan kalau diberi kuota lebih...”
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar: Ke mana arah dan komitmen KORMI Sumut dalam mendukung olahraga rekreasi di Sumatera Utara?
Apakah hanya peduli soal pencitraan di ujung acara?
Para pegiat kini hanya bisa berharap agar Kadispora Sumut segera mencairkan dana hibah dan memberikan bonus layak bagi mereka yang telah mengharumkan nama daerah dengan cara mandiri.(tan/rel)