Aktivis Galang Petisi Rakyat Dukung Bupati Tapteng Ambil Alih 451 Ha Lahan PT SGSR

Sebarkan:
Koordinator Gempar, Simon Situmorang dan Irwansyah Daulay. (foto:mm/dok)
TAPANULI TENGAH (MM) - Aktivis Gerakan Masif Perjuangan Rakyat (Gempar) bersama aktivis pemberantasan korupsi dan pemerhati lingkungan di wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng) melakukan penggalangan petisi rakyat mendukung Bupati Tapteng, Masinton Pasaribu, untuk mengambil alih lahan seluas 451 hektar (Ha) di Kecamatan Manduamas yang diduga dikelola PT Sinar Gunung Sawit Raya (SGSR) secara ilegal.

"Kami bersama masyarakat akan bersama-sama dengan Bupati melawan ketidakadilan di bumi Tapteng terhadap penyimpangan atau penyelewengan hukum yang dilakukan para ‘bandit’ berkedok investor ini," ujar Koordinator Gempar, Simon Situmorang dan Irwansyah Daulay  di Pandan, Minggu (7/9/2025) menanggapi tekad Bupati Tapteng, Masinton Pasaribu, yang akan mengambil alih 451 Ha lahan PT SGSR.

Simon meminta Bupati Tapteng, Masinton Pasaribu, agar tidak gentar sedikit pun dalam mengambil alih lahan yang "tidak memiliki ijin" tersebut. Sskalipun Simon cukup yakin dengan kapabilitas Masinton selaku mantan Aktivis Forum Kota maupun mantan anggota DPR RI.

Menurutnya, PT SGSR telah menanami sawit di atas lahan di luar kaidah hukum dan sudah berlangsung selama 25 tahun atau dengan pengertian PT SGSR sudah melakukan penanaman kedua. 

"Selain tanpa ijin, PT SGSR juga tidak menganulir sistem plasma kepada masyarakat yang sudah diatur oleh negara," tuturnya. [cut]

Koordinator Gempar, Simon Situmorang dan Irwansyah Daulay. (foto:mm/dok)



Kedua aktivis ini merasa sangat bangga terhadap Masinton yang menunjukkan komitemen, keberanian, dan ketegasannya terhadap pejabat PT SGSR yang datang mempertanyakan ijin saat turun ke lapangan. Apalagi Masinton dengan tegas menyatakan tidak akan mau cincai-cincai terhadap lahan ilegal.

"Kami mengapresiasi Pak Masinton selaku pemimpin yang tegas dan komitmen tidak takut. Hal ini baru terjadi di Tapteng, sebagai sejarah ketegasan seorang Bupati. Kami akan selalu bersama Masinton, melawan dan berteriak kalau ada yang mencoba coba membuat perlawanan terhadap negara,” katanya.

Tujuan utama petisi rakyat yang diperbuat kedua aktivis ini adalah untuk menyampaikan dukungan kepada Bupati Tapteng, bahwa masyarakat Tapteng turut hadir dalam menegakkan keadilan untuk memperjuangan kepentingan masyarakat banyak dan negara.

“Di sini, kami menggalang dukungan publik terhadap ketegasan Bapak Bupati Tapteng, Masinton Pasaribu. Petisi ini juga akan menjadi wadah bagi masyarakat untuk mengutarakan pendapat dan mengadvokasi untuk memperjuangkan hak dan kepentingan masyarakat,” ucapnya.

Sebelumnya, Bupati Tapteng, Masinton Pasaribu, bersama wakilnya, Mahmud Efendi, Dandim 0211/TT, Letkol (Inf) Fernando Batubara, Kepala ATR/BPN Tapteng, Manaek Tua, dan sejumlah pimpinan organisasi perangakat daerah (OPD) mengunjungi lahan yang diduga dikelola secara illegal oleh PT SGSR tersebut. Masinton menegaskan perihal pidana terhadap PT SGSR bila terbukti menguasai dan menanami lahan 451 Ha milik masyarakat secara illegal. Begitu juga dengan upaya pengambil alihannya. [cut]

Koordinator Gempar, Simon Situmorang dan Irwansyah Daulay. (foto:mm/dok)



"Nanti akan diuji, apa dasar dan aturan pengambil alihannya. Nggak perlu berdebat, karena kami datang ke sini bukan mau berdebat,” ujar Masinton dihadapan HRD dan Humas PT SGSR, Ruben Sitinjak dan Bokkare Sihotang.

Masinton menjelaskan, lahan seluas 451 Ha yang akan diambil alih Pemkab Tapteng, 100 Ha di antaranya akan digunakan untuk mendirikan Markas Batalyon TNI AD. Pasalnya, wilayah Pantai Barat belum ada Batalyon yang letaknya strategis dan bisa menjangkau daerah sekitaran hingga Kabupaten Humbang Hasundutan, Pakpak Bharat, Dairi dan juga perbantuan ke wilayah Aceh.

“Baik itu, untuk bantuan kemanusiaan dan bantuan dalam situasi konflik dan lainnya. Maka kami mohon ke Mabes TNI agar dibangun markas Batalyon di sini. Kita kerja sama dengan TNI, kita ingin meletakkan wilayah Batalyon yang strategis. Maka kita mohon ke Mabes TNI, kemudian disampaikan ke Dandim 0211/TT,” ucapnya.

Masinton mengakui, persoalan di PT SGSR tidak berdiri sendiri. Pasalnya, lahan sudah dikelola bertahun-tahun, bahkan kelapa sawit yang ditanam merupakan siklus kedua. Lahan seluas 451 Ha tersebut juga belum memiliki alas hak, tidak memiliki dasar hukum untuk ditanami, dan tidak punya izin.

“Kalau dulu kalian bisa ‘cincai-cincai’. Maka hari ini, sama saya tidak ada itu. Atas nama kepentingan rakyat, saya eksekusi, saya jalankan,” tegasnya.

Kedatangan Masinton ke PT SGSR adalah untuk menghadirkan negara di atas tanah 451 Ha yang ditanami secara ilegal oleh PT SGSR.

“Tidak ada yang di atas hukum, tidak ada yang di atas negara. Saya menjalankan perintah negara, perintah konstitusi,” tegasnya.

Sebagai pemerintah, pihaknya, kata dia, harus menyelesaikan persoalan yang terjadi di daerahnya. Bertahun-tahun PT SGSR disebut-sebut tidak menjalankan kewajiban kemitraan plasma untuk masyarakat sesuai perintah undang-undang. [cut]

Koordinator Gempar, Simon Situmorang dan Irwansyah Daulay. (foto:mm/dok)



“Apakah itu adil? Saya tanya dulu nih? Di mana keadilan kalian? Kalian tanam semua ini, undang-undang perintahkan 20 persen lahan kalian dipotong untuk masyarakat, tapi kalian tidak laksanakan itu,” bebernya.

Sementara itu, HRD PT SGSR, Ruben Sitinjak membenarkan bahwa lahan seluas 451 Ha sudah dikuasai sekira 25 tahun sebelumnya, dan sudah berjalan satu siklus.

“Kita mendapatkan ini bukan begitu saja tanpa ada proses. Kita mengetahui ada satu tempat yang tidak bertemu dari HGU seluas 5.000-an Ha lahan yang kita miliki,” ujarnya.

Ia menjelaskan, pada 20 Juni 2023 silam, saat BPN Pusat datang dan diketahui dari citra satelit ada yang kurang pas. Pihaknya pun disarankan untuk menyampaikan permohonan ke BPN Pusat.

“Kita sudah lakukan prosesnya dan kita sudah dapat Pertek dari BPN. Kita juga sudah lanjut ke proses Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKKPR),” ungkapnya.

Pihaknya sebagai investor, kata dia, tetap membuka diri, namun patut untuk mempertanyakan. Karena tanah yang dikelola mereka tersebut tidak termasuk ke dalam kawasan tanah terlantar.

“Dalam hal ini, kami minta dasar hukum dan kami akan taat kepada negara. Tolong berikan kami pencerahan dan kami akan patuhi,” tuturnya. (jhonny simatupang)

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini

 
Desain: indotema.com