![]() |
Terdakwa Rahmadi dituntut 9 tahun penjara. (foto/ist) |
Dalam persidangan lanjutan di Pengadilan Negeri Tanjungbalai, Selasa (14/10/2025), Rahmadi mengungkapkan video klarifikasi yang beredar di media sosial itu dibuat sebanyak tiga kali di Polda Sumut dan satu kali di sebuah perumahan di kawasan Medan Johor.
“Dalam video itu saya disuruh mengakui keterlibatan Sopi, Pak Tomi, dan saudara Nunung. Naskah pengakuan sudah disiapkan oleh Kompol DK,” kata Rahmadi di hadapan majelis hakim.
Rahmadi menyebut, pembuatan video tersebut dilakukan setelah dirinya melayangkan pengaduan masyarakat (dumas) ke Polda Sumut dan Mabes Polri terkait dugaan keterlibatan Kompol DK dalam kasus penggelapan mobil di Medan Helvetia serta penggerebekan pil ekstasi di Hotel Tresia, Tanjungbalai.
“Saya dipaksa membacakan pengakuan yang sudah disiapkan. Saat itu saya sudah ditahan di Ditresnarkoba Polda Sumut,” ujarnya.
Ia menegaskan, tidak ada keterlibatan Sopi, Tommy, maupun Nunung dalam perkara yang disangkakan. Rahmadi mengaku justru dikriminalisasi dan dituduh memiliki 10 gram sabu. “Saya dituntut sembilan tahun penjara atas perbuatan yang tidak pernah saya lakukan,” tegasnya.
Kuasa hukum Rahmadi menyatakan telah melaporkan dugaan kriminalisasi tersebut ke Bidpropam Polda Sumut dan Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT). Laporan itu mencakup dugaan penganiayaan serta hilangnya uang Rp11,2 juta dari rekening Rahmadi setelah PIN M-Banking miliknya diminta secara paksa dengan alasan penyelidikan.
Sebelumnya, akun TikTok @harianmetro.id mengunggah video berjudul “Drama Rahmadi Terbongkar” yang menampilkan klarifikasi Rahmadi. Dalam video itu, Rahmadi disebut sebagai bandar sekaligus eksekutor, dan disebut berupaya menjatuhkan Kompol DK yang kerap menangkap jaringan narkoba di wilayah Tanjungbalai dan Asahan.
Video tersebut menuai beragam tanggapan. Dari 235 komentar dan 595 unggahan ulang, sebagian besar warganet menilai pengakuan Rahmadi dibuat di bawah tekanan.
“Video tidak sah karena terduga dalam tekanan,” tulis akun Roby.
“Di bawah tekanan atau ada rekayasa perbaikan citra Kompol D, ini perlu dibuktikan di persidangan,” tulis akun lain.
Meski demikian, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Tanjungbalai tetap menuntut Rahmadi sembilan tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak Polda Sumatera Utara maupun Kejaksaan Negeri Tanjungbalai belum memberikan keterangan resmi terkait pernyataan Rahmadi.
Dalam persidangan sebelumnya, JPU Eko Maranata Simbolon enggan berkomentar dan menyarankan wartawan mengonfirmasi langsung ke Kasi Penkum Kejari Tanjungbalai.
Sementara Kabid Humas Polda Sumut menyebut Kompol DK diduga bertindak berlebihan dalam proses penangkapan Rahmadi.
Rahmadi kini menanti keadilan di ruang sidang, sementara publik berharap hukum tidak lagi menjadi sandiwara di tangan para penegaknya.(rasid)