Intensifikasi QRIS di Seluruh Pasar Tradisional

Sebarkan:
Jhonny WP Simatupang, SP.(foto/ist)
PERPUTARAN uang di pasar khususnya pasar tradisional per harinya bisa mencapai puluhan juta bahkan ratusan juta atau miliaran rupiah hingga per tahunnya bisa mencapai triliunan rupiah, seperti Pasar Tanah Abang, Jakarta, yang mencapai Rp200 miliar setiap harinya dan 33 pasar tradisional di Kabupaten Malang, Jawa Timur, mencapai Rp5 triliunan per tahunnya.

Namun, dari data yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), bahwa dari 16.235 pasar tradisonal di Indonesia, baru sekitar 475 pasar yang telah mengakses salah satu layanan pembayaran digital, seperti QRIS.

Berkolerasi dengan data yang dipublikasikan Bank Indonesia juga pada Februari 2022 lalu, bahwa masih terdapat 91,3 juta jiwa penduduk Indonesia belum menggunakan sistem pembayaran berbasis teknologi finansial (Fintech) dan unbankabel (tidak memiliki rekening bank). Terlebih dari 91,3 juta tersebut sebagian besarnya adalah usaha mikro, kecil, dan menengah (UKM), seperti para pedagang di pasar-pasar tradisional. 

Pasar Tradisional Pilar Ekonomi

Pasar tradisional sebagai pilar perekonomian rakyat tetap urgent mengingat tingginya nilai transaksi dan pengunjung meskipun pasar-pasar modern, seperti plaza, swalayan, terlebih Indomaret, AlfaMart, AlfaMidi, bertumbuh pesar dan merambah hingga sampai ke pelosok-pelosok kecamatan yang ada di Indonesia. Sekalipun juga pasar tradisional dibranding selama ini kumuh, kotor, ndeso, dan lain sebagainya, bahkan sampai-sampai eksistensinya juga diserang oleh sejumlah aplikasi e-commerce belanja bahan pokok, seperti Sayur Box dan Segari serta belanja pakaian seperti Tokopedia, Shoopee, Blibli, Lazada dan lain sebagainya. 

Tetap tingginya nilai transaksi dan jumlah pengunjung di pasar tradisional ini tentunya menjadi peluang besar bagi Bank Indonesia dalam upaya pengembangan sistem pambayaran digital QRIS di pasar tradisional di seluruh Indonesia. Hal ini juga sesuai konsep pembangunan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang memulai pembagunan dari desa ke kota, dimana penggunaan sistem pembayaran digital QRIS di pasar tradisional akan sangat berdampak dan berimplikasi luas di kalangan masyarakat dan dunia usaha seperti UKM. 

Sebagaimana dari hasil penelusuran dan survey penulis, di salah satu pusat jajanan malam “Sibolga Square” di Kota Sibolga, Sumatera Utara (Sumut). Para pedagang di pusat jajanan malam ini enggan menerapkan cashless, seperti penggunaan bar code QRIS dalam usaha perdagangannya sehari-hari. Sementara Bank Indonesia Sibolga sudah dan terus berjuang keras untuk memperluas jangkauan penggunaan atau pemanfaatan QRIS di Kota Sibolga secara khusus, sejak diluncurkan/dilaunching secara nasional pada 17 Agustus 2019.

Alasan para pedagang di “Sibolga Square”, karena mengganggap hal itu akan menyulitkan mereka untuk berbelanja kebutuhan dagangan mereka nantinya di pasar, karena ketiadaan layanan pembayaran digital di tengah-tengah pedagang pasar. Soalnya, jika menerapkan pembayaran digital tersebut, para pedagang di “Sibolga Square” terpaksa harus pergi lagi ke ATM bank untuk melakukan penarikan uang tunai, belum lagi bilamana ada antri ditambah adanya pemotongan biaya administrasi bank.  

Sebaliknya bagi pemilik Café Kopi Sahuta di Kota Sibolga malah lebih mengapresiasi seluruh pengunjungnya menggunakan cashless atau pembayaran digital untuk memudahkannya dalam berbelanja. Hanya saja, bar code QRIS yang dipajangnya di meja kasirnya sejak peluncuran QRIS jarang dipergunakan oleh pengunjung, kecuali para pegawai Bank Indonesia (BI) Sibolga yang senantiasa mempergunakannya. Padahal, pemilik café ini kerap memberikan diskon bagi produknya untuk menarik minat warga terhadap penggunaan QRIS tanpa adanya campur tangan pihak lain

Sebagaimana beberapa platform pembayaran digital di Indonesia, memperkuat sinergi dengan perusahaan-perusahaan besar yang memiliki konsumen dan pengunjung yang banyak  dalam memperluas produk pembayaran digitalnya. Semisal saja OVO. Salah satu platform pembayaran digital terdepan di Indonesia ini memperkuat sinergi dengan PT Indomarco Prismatama (Indomaret), pemilik jaringan minimarket terbesar di Indonesia di lebih dari 19.891 cabang di Sumatera, Batam, Jawa, Madura, Bali, NTB, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat Indonesia, terutama bagi puluhan jutaan penduduk yang belum memiliki rekening bank.

Kemudian Go-Pay.yang berkolaborasi dengan Go-jek yang melakukan kerja sama strategis dengan Pemerintah Kota Denpasar. Kolaborasi strategis ini bertujuan untuk mengembangkan perekonomian kota Denpasar yang tumbuh pesat.

Selain itu juga, Go-Pay dan Go-jek kolaborasi dengan Nahdlatul Ulama (NU) terkait kerja sama bidang digitalisasi ekonomi umat. Kedua belah pihak menggandeng NU Care-LazisNU yang merupakan lembaga zakat tingkat nasional di bawah naungan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Tujuan dari kolaborasi ini ialah untuk mengajak masyarakat dalam memanfaatkan digital ekonomi Go-Pay dan JNE juga menjalin kerja sama untuk pembayaran di 7 ribu titik layanan JNE seluruh Indonesia.

Begitu juga platform pembayaran LinkAja yang memperluas jangkauan pelayanannya dengan menjalin kerja sama dengan berbagai merchant, baik merchant asuransi, merchant e-commerce, merchant e-voucher, merchant edukasi, merchant hiburan, merchant internet dan Telkom, merchant kesehatan dan kecantikan, merchant makanan dan minuman, merchant lembaga finansial dan lain sebagainya.

Termasuk DOMPET digital DANA meneguhkan komitmennya dalam meningkatkan inklusi keuagan digital melalui upaya kolaboratif dengan berbagai ekosistem dan para pemangku kepentingan. Komitmen tersebut kali ini diwujudkan melalui penandantanganan kerja sama dengan Pemerintah Kota Semarang, Jawa Tengah, untuk pemanfaatan dompet digital dalam perluasan dan peningkatan transaksi nontunai di kota tersebut.

Sementara itu beberapa perbankan tanah air yang terhimpun di dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) seperti BRI,BNI, Mandiri dan BTN, menjalin kerja sama dengan seluruh perusahaan tol di Indonesia untuk pengoperasian pembayaran menggunakan kartu uang elektronik bagi kendaraan roda empat atau lebih, dengan menggunakan Kartu Uang Elektronik, seperti E-Money (Mandiri), Flazz (BCA), TapCash (BNI), dan BRIZZI (BRI).

Kolaborasi QRIS Membranding Pasar

Sebagaimana yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan layanan pembayaran digital dalam memperluas jangkauan layanannya di tengah-tengah masyarakat bahkan sampai harus mewajibkan masyarakat untuk mengadakan aplikasi pembayarannya seperti kartu tol bila masuk jalan tol, Bank Indonesia bersama-sama pemerintah pusat/propinsi/kabupaten/kota kiranya lebih intensif untuk berkolaborasi mengkampanyekan dan bila perlu membranding pasar tradisional di daerah masing-masing sebagai pasar QRIS. Setiap pedagang sebaiknya diberikan bar code QRIS gratis untuk mendukung pengunjung atau pembeli yang ingin melakukan pembayaran non tunai/digital. 

Bila pedagang di pasar tradisional sepenuhnya sudah mempergunakan sistem pembayaran digital seperti QRIS, otomatis para pengunjung atau pembeli yang memiliki rekening bank akan memanfaatkan aplikasi QRIS dalam kegiatan berbelanjanya.  

Sebaliknya bagi yang tidak memiliki rekening bank, akan berupaya membuka rekening di bank lalu memanfaatkan aplikasi QRIS dalam berbelanja. Hal ini tentunya secara langsung akan berdampak bagi UKM, atau pedagang lainnya yang berada di luar pasar tradisional. Termasuk berdampak kepada jasa transportasi, pariwisata, perhotelan, dan tempat makanan dan minuman (café) serta lainnya. 

Keberhasilan branding pasar tradisional sebagai pasar QRIS tentunya akan berimplikasi pada kesejahteraan ekonomi warga. (*)

Penulis: Jhonny WP Simatupang, SP, wartawan senior medanmerdeka.com.

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini

 
Desain: indotema.com