Kasus Brigadir J, Ini Daftar 3 Jenderal yang Diduga Ditahan, Termasuk Perannya

Sebarkan:

Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo memberikan keterangan pers dalam kasus kematian Brigadir J. (foto:TEMPO/ Febri Angga Palguna)
JAKARTA (MM) - Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyatakan penyidik telah menahan 11 orang personel Polri terkait dugaan pelanggaran kode etik penanganan kasus kematian Brigadir J alias Nopryansah Yosua Hutabarat. Dari 11 orang itu, tiga diantaranya adalah perwira tinggi. 

Listyo Sigit menyatakan bahwa timsus terus menelusuri pelanggaran kode etik tersebut. Jika sebelumnya disebut terdapat 25 orang yang menjalani pemeriksaan, per Selasa kemarin jumlah itu bertambah menjadi 31 orang. 

Selain itu, jumlah personel Polri yang menjalani penempatan khusus (sebutan untuk penahanan dalam rangka penyidikan pelanggaran kode etik) juga bertambah. Jika sebelumnya empat orang, kini menjadi 11 orang. 

"Timsus juga telah melakukan pemeriksaan terhadap pelanggaran kode etik Polri ataupun tindakan untuk merusak menghilangkan barang bukti mengaburkan dan merekayasa dengan melakukan mutasi ke Yanma Polri dan saat ini semuanya dilakukan pemeriksaan," kata Listyo Sigit di Mabes Polri, sebagaimana dilansir dari lama tempo.co, Rabu (10/8/2022).

"Kemarin, ada 25 personel yang kita periksa dan saat ini bertambah menjadi 31 personel. Kita juga telah melakukan penempatan khusus kepada empat personel beberapa waktu lalu dan saat ini bertambah menjadi 11 personel Pori, terdiri dari satu bintang dua, dua bintang satu, dua Kombes, tiga AKBP, dua Kompol dan satu AKP. Dan Ini kemungkinan masih bisa bertambah," kata dia. 

Listyo Sigit tak memperinci siapa saja anak buahnya yang menjalani pemeriksaan itu dan juga yang menjalani penahanan. Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo, pun enggan menyebutkan nama-nama tersebut. 

Irjen Ferdy Sambo. (foto:Tempo/ist)
Tiga perwira tinggi yang sempat disebut terlibat dalam kasus ini adalah mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Inspektur Jenderal Ferdy Sambo, mantan Kepala Biro Pengamanan Internal Polri Brigadir Jenderal Hendra Kurniawan dan mantan Kepala Biro Provos Brigadir Jenderal Benny Ali. Penahanan Ferdy Sambo dilakukan pada Sabtu lalu dan diumumkan langsung oleh Kapolri.

Ketiganya sudah dicopot Kapolri pada akhir pekan lalu dan ditempatkan di bagian Pelayanan Markas (Yanma) Polri. 

Dari ketiga tersangka itu, Ferdy Sambo telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan Yosua. Kapolri menyatakan Ferdy merupakan orang yang memerintahkan Bharada E alias Richard Eliezer Pudihang Lumiu menembak Yosua. 

"Timsus menemukan bahwa peristiwa yang terjadi adalah peristiwa penembakan terhadap Saudara J yang menyebabkan Saudara J meninggal dunia yang dilakukan oleh Saudara RE atas perintah Saudara FS," kata Listyo Sigit.

"Tadi pagi dilaksanakan gelar perkara dan timsus telah memutuskan untuk menetapkan Saudara FS sebagai tersangka."

Berikut peran 2 jenderal polisi lainnya yang ikut ditahan dalam hal pelanggaran kode etik penanganan kematian Yosua berdasarkan penelusuran Tempo: 

1. Brigjen Hendra Kurniawan

Brigjen Hendra Kurniawan disebut sebagai orang yang melakukan intimidasi terhadap keluarga Yosua. Pengacara keluarga Yosua, Kamaruddin Simanjuntak sempat menyatakan bahwa Hendra adalah perwira yang menggeruduk kediaman Samuel Hutabarat, ayah Yosua, di Sungai Bahar, Muaro Jambi, Jambi.

Brigjen Hendra Kurniawan.(foto/ANTARA)
Hendra saat itu disebut membawa puluhan anggota polisi dan memaksa keluarga untuk menerima cerita bahwa Yosua meninggal karena penembakan oleh Bharada E alias Richard Eliezer Pudihang Lumiu setelah melakukan pelecehan seksual terhadap istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi. 

Dalam pertemuan itu, Hendra disebut sempat menyandera Samuel dan keluarga serta merampas telepon seluler mereka. Hendra juga yang disebut menolak permintaan keluarga agar Yosua dikuburkan dengan upacara dinas kepolisian.  “Perlakuan itu melukai perasaan keluarga korban yang tengah dirundung duka,” ujar Kamaruddin.

2. Brigjen Benny Ali

Kamaruddin juga sempat menyebut nama Benny Ali sebagai orang yang memaksa adik Yosua agar menandatangani surat persetujuan permohonan autopsi. Belakangan diketahui bahwa autopsi itu menyalahi prosedur kaarena telah dilakukan sebelum surat tersebut ditandatangani oleh keluarga. 

“Karo Provos memaksa adik korban menyetujui permohonan autopsi. Padahal ini bukan tupoksi (tugas pokok dan fungsi) dia,” tutur Kamaruddin.

Brigjen Benny Ali. (Dok.Polda Sumsel)
Anak buah Benny juga sempat disebut mengambil dekoder di Kompleks Polri Duren Tiga, area rumah dinas Ferdy Sambo. Pengambilan dekoder itu dilakukan sepekan setelah kematian Yosua pada Jumat, 8 Juli 2022. 

Pengambilan dekoder yang sempat disebut rusak itu diduga tak melalui prosedur penyitaan yang benar. Pasalnya, petugas keamanan komplek menyatakan tak menerima surat penyitaan dari polisi. 

Belakangan Kepala Divisi Humas Polri, Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo, membenarkan kabar bahwa dekoder dan kamera tersebut sempat diambil personel Provos. Ia menegaskan, kamera dan rekaman sudah diserahkan kepada penyidik dan dalam kondisi utuh. “Semua rekaman itu sudah ada di tangan penyidik,” tutur Dedi. 

Selain itu, anak buah Benny juga disebut sebagai pihak yang pertama hadir di rumah dinas Ferdy Sambo saat kejadian. Mereka disebut ikut melakukan olah Tempat Kejadian Perkara meskipun itu bukan tugasnya. Mereka juga disebut sempat menguasai telepon genggam Brigadir J yang menurut keluarga dinyatakan hilang oleh polisi. Bahkan iPhone 13 milik Yosua terblokir karena diutak-atik tanpa mengetahui kata sandi.

Tim khusus sejauh ini sudah menetapkan empat tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah Irjen Ferdy Sambo, Brigadir Ricky, Bharada E dan Kuwat. Ferdy, Ricky dan Kuwat dijerat dengan Pasal 340 KUHP soal pembunuhan berencana subsider Pasal 338 KUHP soal pembunuhan dengan sengaja juncto Pasal 55 dan 56 KUHP. Sementara Bharada E dijerat dengan Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 dan 56 KUHP. 

Kapolri Listyo Sigit menyatakan bahwa dalam penelusuran tim khusus, setidaknya terdapat dua pihak lain yang berada di Tempat Kejadian Perkara (TKP). Keduanya adalah AR dan P. Mereka masih akan dimintai keterangan terkait peristiwa tersebut. 

Sementara Pengacara Putri, Iwan Irawan, menyatakan bahwa kliennya telah menjalani pemeriksaan oleh timsus Polri. Pemeriksaan itu dilakukan pada Senin malam di Markas Korps Brigade Mobil (Mako Brimob) Kelapa Dua, Depok. 

“Kemarin sudah mengikuti proses pemeriksaan di Komnas Perempuan dan semalam sudah dilakukan penyidikan di Mako Brimob,” kata Iwan, Selasa, 9 Agustus 2022. 

Iwan menyampaikan hal itu saat penggeledahan kediaman mertua Ferdy di Jalan Bangka XI, Kemang, Jakarta Selatan, kemarin. 

Pada Selasa pagi hingga siang kemarin, Putri Candrawathi sempat menjalani pemeriksaan psikologis oleh tim Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Pemeriksaan itu dilakukan untuk menentukan permohonan Putri mendapatkan perlindungan. 

Putri Candrawathi sebelumnya mengajukan permohonan perlindungan kepada LPSK karena menganggap dirinya sebagai korban pelecehan seksual oleh Brigadir J. Dia juga telah membuat laporan ke kepolisian terkait masalah ini.(mm/red) 

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini

 
Desain: indotema.com