TOBA (MM) - Marandus Sirait warga Desa Sionggang Utara, Kecamatan Lumbanjulu Kabupaten Toba, salah seorang pelaku wisata alam dan wisata kuliner, mampu mempromosikan tanaman endemik andaliman, setelah beberapa tahun mengolah buah andaliman (zhantocylum acanthopodim DC) dan sukses memasarkannya ke Negeri Sakura Jepang.
Tanaman ini sangat cocok tumbuh di kawasan Danau Toba yang memiliki ketinggian 1000 meter hingga 1.800 meter di atas permukaan laut dan berhasil dibudidayakan masyarakat Batak yang digunakan untuk bumbu penyedap setiap masakan, hingga menjadi ciri khas masakan untuk masyarakat sekitarnya.
Andaliman sendiri, disinyalir memiliki khasiat sebagai pengawet alami setiap masakan. Karena memiliki kandungan glikosida tinggi, tanin, saponnin dan memiliki citarasa pedas, ketir di lidah yang terasa unik namun memiliki sensasi yang sulit untuk diutarakan yang intinya menghasilkan rasa nikmat yang luar biasa, menjadikan andaliman hadir disetiap masakan orang Batak.
Keunikan citarasa sangat jauh jika dibandingkan dengan lada yang sudah cukup dikenal, membuat Marandus berambisi memasarkan hingga ke mancanegara dan ternyata apa yang dilakukannya tidak sia - sia dengan hasil yang cukup memuaskan.
Seperti disampaikannya Kamis (9/10/2023) diawali dengan sambal andaliman yang dikemas untuk memudahkan dan memanjakan pelaku kuliner dan ibu rumah tangga untuk memasak makanan cirikhas orang Batak yang kemudian lumayan sukses di pasaran lokal dan mancanegara. Kini pemesanan buah segar andaliman yang dikeringkan.
"Sampai saat ini pemesanan yang dilakukan Jepang sudah memasuki tahap kedua, menjadi tanda tanya bagi saya, mengapa tidak melakukan pemesanan pembelian andaliman berupa sambal yang siap pakai untuk bumbu masakan. Sesungguhnya dimanfaatkan untuk apa andaliman yang mereka beli?" kata Marandus bingung.
Lanjut dia, peluang andaliman saat ini bisa dikatakan selangit tetapi kendala yang dihadapi masih selaut. Berharap tidak hanya dirinya yang mampu memasarkan dari tanah Batak sehingga dapat lebih mendunia, sehingga menjadi kebutuhan rumah tangga bukan hanya populer di sekitaran Danau Toba khususnya orang Batak, intinya dapat setara dengan ketenaran lada.
Diterangkannya, yang menjadi kendala bisnis andaliman yang digelutinya saat ini, terkait harga yang tidak stabil disamping ketersediaan kadang langka saat musim trek dan waktu tertentu membludak saat panen raya melebihi jatah pemesanan yang ada.
Saat musim trek di bulan Oktober, November, Desember dan Januari hasil panen petani menurun permintaan konsumen lokal naik karena menjelang Natal dan Tahun Baru, harga perkilonya juga mencapai Rp.100 ribuan lebih sementara standar harga yang mampu kita beli dari konsumen dikisaran Rp.50.000. Untuk bulan Juli, Agustus, September hasil panen normal dan untuk bulan Pebruari, Maret, April, Mei, Juni hasil panen membludak.
"Kendala yang dihadapi memenuhi permintaan pembeli dari Jepang saat musim trek seperti saat ini, sedangkan ketika panen membludak gudang penyimpanan yang membuat andaliman selalu segar ketika tiba musim trek belum kita miliki, karena membutuhkan dana yang tidak sedikit," keluh Marandus.
Marandus memiliki keyakinan, dengan tren andaliman nantinya akan dapat memajukan wisata kuliner di Kabupaten Toba jika hal ini selalu dipromosikan seluruh masyarakat. Mengingat keunikan citarasa yang hanya dimiliki tanaman endemik andaliman dan disinyalir hanya bisa tumbuh di kawasan Danau Toba. Mengapa berkah yang diberikan Tuhan dengan tumbuhan yang bisa dibilang langka tidak dimanfaatkan untuk meningkatkan ekonomi khususnya wisata kuliner.
Terpisah, Kepala Dinas Koperindag Kabupaten Toba, Salomo Simanjuntak mengapresiasi kerja keras yang dilakukan Marandus Sirait yang mampu memasarkan andaliman hingga ke Jepang, sehingga membawa harum nama kabupaten ini dan kedepannya merambah ke negara lain.
"Namun kendala yang dihadapi akan kita bahas nantinya dengan dinas pertanian, bukan tidak mungkin hal ini akan sampai ke Kementerian. Untuk saat ini belum bisa kita ambil keputusan dalam mengeksekusi mengatasi kendala tersebut, mengingat anggaran yang dimiliki Kabupaten Toba yang terbatas. Karena dimungkinkan, untuk gudang pengawetan membutuhkan dana yang tidak sedikit," pungkas Salomo. (Nimrot)