Dosen Hukum Pidana USU, Dr Mahmud Mulyadi: Kejari Binjai Abaikan Hukum Administrasi

Sebarkan:
Dosen Hukum Pidana Universitas Sumatera Utara (USU), Dr. Mahmud Mulyadi,SH,MH. (foto/ist)
MEDAN (MM) – Kasus dugaan korupsi Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Kota Binjai, Sumatera Utara, kini menjadi sorotan. Pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Binjai, dituding abaikan hukum administrasi.

“Penanganan kasus korupsi sebaiknya dimulai dari penerapan hukum administrasi, baru kemudian hukum pidana sebahai ultimum remedium atau senjata terakhir. Jadi hukum pidana seharusnya tidak boleh masuk sama sekali dalam kasus ini,” kata Dosen Hukum Pidana Universitas Sumatera Utara (USU), Dr. Mahmud Mulyadi,SH,MH, Senin (25/3/2024).

Pernyataan ini disampaikan Dr Mahmud Mulyadi dikarenakan ukuran kasus korupsi di MAN Binjai ini masih dalam lingkup hukum administrasi. Pada pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor terkait dengan penyelesaian korupsi di ranah hukum pidana hanyalah sebagai ultimum remedium ketika hukum administrasi atau hukum perdata tidak mampu lagi bekerja atau mencapai penyelesaian. 

Oleh karena itu, sambungnya, penting bagi aparat penegak hukum untuk menerapkan hukum administrasi secara tepat untuk mencegah kriminalisasi dan memastikan keadilan terpenuhi.

Dalam pasal-pasal tertentu dalam UU Tipikor, disebutkan bahwa setiap tindakan korupsi harus dilihat dari aspek hukum administrasi terlebih dahulu, dan baru kemudian dilihat dari sisi hukum pidana. Aparat penegak hukum harus memahami betul kapan dan bagaimana hukum pidana bisa diterapkan dalam suatu kasus korupsi.

Penting juga untuk memahami bahwa kesalahan atau tindakan korupsi yang diatur dalam pasal-pasal UU Tipikor tersebut harus melanggar undang-undang atau peraturan yang berkaitan dengan administrasi negara. Misalnya, apabila terjadi penyimpangan dalam pengadaan suatu proyek, maka hukum pengadaan dan hukum administrasi negara harus diterapkan terlebih dahulu untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Jika kesalahan tersebut dinyatakan telah melanggar undang-undang atau peraturan tersebut, maka baru kemudian aparat penegak hukum dapat menerapkan sanksi pidana sesuai pasal-pasal tertentu dari UU Tipikor. 

Oleh karena itu, kesimpulan dari kasus dugaan korupsi di Binjai harus ditentukan melalui proses hukum administrasi terlebih dahulu, sebelum hukum pidana diterapkan jika diperlukan.

Atas perbuatannya tersebut, enam tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b, ayat (2), ayat (3) UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Namun, aparat penegak hukum harus memastikan bahwa ketentuan yang diatur dalam pasal-pasal tersebut sudah dipenuhi secara maksimal dan hukum administrasi telah diterapkan secara benar dan proporsional sebelum menerapkan sanksi pidana.

Subsider dan subsider lagi harus diterapkan hanya jika hukum administrasi dan hukum perdata tidak lagi mampu menyelesaikan kasus tersebut.

Dalam rangka memberantas tindak pidana korupsi, masyarakat harus memahami betul tentang hukum pidana dan hukum administrasi, sehingga aparat penegak hukum dapat bekerja untuk memberantas korupsi dengan memenuhi asas-asas keadilan dan kebenaran. (abdul meliala)

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini

 
Desain: indotema.com