Dulunya Pengangguran, Kini 7 Pemuda Batangtoru Hasilkan Cuan Ratusan Juta dari Limbah Palet

Sebarkan:
Sejumlah pekerja membuat rak dagangan dengan menggunakan bahan palet bekas. (foto:mm/Jhonny Simatupang)
REZEKI tiada yang tahu. Tujuh pemuda Batangtoru yang tergabung dalam Koperasi Sarop Do Mulana berhasil mendapatkan cuan puluhan juta rupiah per bulan atau ratusan juta per tahun dari mengolah limbah kayu (palet bekas) menjadi barang bernilai ekonomi. Padahal, mereka sebelumnya adalah pengangguran. 

Tujuh pemuda ini, yakni  Octo Anggara Sitompul, Julfikri Harahap, Siddik Tanjung, Rizki Gabe, Dede Saputra, Chairul Amri Pulungan, dan Julpan Harahap. Ketujuhnya sama-sama warga Batangtoru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. 

Awalnya, mereka mengolah sampah menjadi kompos (pupuk organik). Namun seiring waktu, mereka kemudian mengolah benda yang sering digunakan sebagai tatakan untuk menahan beban barang logistik agar posisinya tetap stabil itu menjadi furniture/meubel. 

Furniture-furniture yang mereka hasilkan beragam, seperti kursi atau kursi teras (busa dan non busa), meja makan, kursi dan meja tamu, divan palet, meja+rak rias, meja+besi kotak, meja dan bangku lopo, rak bunga, rak sepatu, lemari sepatu, rak buku, meja laci, meja lesehan, meja kerja, rak makeup, rak display+vas bunga, dan meja layanan. 

Selanjutnya heksagonal seperti, handy craft (berupa kotak tisu, jam meja, jam  analog, hiasan dinding, nampan multi fungsi, hiasan meja, rak bambu sedang, kotak multi fungsi, vas bunga, dll) serta rak jualan. 

Harga jual yang mereka tawarkan mulai dari Rp50.000-Rp1.500.000. Namun, harga jual itu bisa berubah, tergantung keinginan pembeli. Sebab, ke tujuh pemuda ini juga menerima pesanan sesuai keinginan pembeli. [cut]

Sejumlah pekerja membuat rak dagangan dengan menggunakan bahan palet bekas. (foto:mm/Jhonny Simatupang)
Kisah perjalanan ke tujuh pemuda ini berawal pada 2016 lalu. Ketika itu, mereka ingin bekerja di perusahaan tambang emas, PT Agincourt Resources (PTAR). Perusahaan pengelola tambang emas Martabe ini kebetulan berada di daerah mereka, Batangtoru.

Selaku putra daerah, mereka tentu merasa berhak untuk bisa bekerja di sana. Kebetulan mereka juga sama sekali tidak memiliki pekerjaan (pengangguran). Namun, yang namanya perusahaan internasional, PTAR memiliki persyaratan dalam proses rekrutmen yang dilakukan, mereka pun kala itu tidak diterima. 

Kebetulan mereka juga cuma mengantongi ijazah setingkat SMA, ditambah keahlian dan pengalaman kerja mereka yang tidak ada. Namun PTAR kemudian menggandeng mereka dan menawari mereka untuk mengelola sampah menjadi kompos. Hal itu dilakukan PTAR sebagai bentuk tanggung jawab mereka terhadap kehidupan sosial masyarakat lingkar tambang, sekaligus juga sebagai bagian dari komitmen PTAR terhadap kelestarian lingkungan hidup sesuai konsep enverionment, Social, dan Governance (ESG) mereka .

Tanpa pikir panjang, mereka tidak menyia-nyiakan peluang itu. PTAR lalu membekali mereka dengan kompetensi cara membuat sampah menjadi kompos. Kompos yang mereka kelola waktu itu diberi nama ‘PASTI”. 

“Pelatihan perdananya dilakukan pada 2016. Namun, sebelum pelatihan, kami terlebih dahulu diminta membentuk sebuah kelompok dengan nama Comapro (Komunikasi Mandiri dan Produktif) bertempat di Kelurahan Wek II, Batangtoru. Dalam pembentukan kelompok ini, semuanya difasilitasi oleh PTAR,” kata Sidik Tanjung, salah seorang dari ketujuh pemuda kepada medanmerdeka.com di lokasi pengolahan furniture mereka di Desa Sumuran, Batangtoru, Kabupaten Tapanuli Selatan belum lama ini. 

Setahun kemudian, tepatnya 2017, PTAR dan Comapro sepakat meningkatkan legalitas kelompok dengan mendirikan Koperasi Sarop Do Mulana (SDM), yang artinya berawal dari sampah. Koperasi ini mendapatkan pendampingan dari PT Grahatma Semesta selaku konsultan yang ditunjuk PTAR dalam mempersiapkan pendirian koperasi dan pengembangannya. Rencana bisnisnya berupa pupuk kompos, akuaponik, tanaman hias, budidaya ikan lele dan turunannya serta jasa pertamanan dan pemeliharaan.

Dua tahun kemudian atau 2019, koperasi ini sepakat memindahkan rumah komposnya ke Desa Sumuran, untuk menghindari polusi bau dari proses pembuatan pupuk kompos yang dapat menyebar ke masyarakat. Dalam proses pemindahan itu, PTAR juga turut membantu pengadaan lokasi, pendirian gudang dan tempat kerja.[cut]

Sejumlah pekerja membuat rak dagangan dengan menggunakan bahan palet bekas. (foto:mm/Jhonny Simatupang)
“Di sinilah, seiring dengan pemindahan itu, PTAR memberikan pelatihan tambahan kepada kami, berupa pemanfaatan palet bekas menjadi barang bernilai ekonomis berbasis 3R (Reduce, Reuse dan Recycle),” ungkap Sidik, yang dalam Koperasi Sarop Do Mulana menjabat sebagai Bendahara.

Pada pelatihan palet bekas menjadi furniture ini, Sidik dan kawan-kawannya dilatih dari mulai perkenalan alat pertukangan, proses awal hingga proses finishing. Palet bekas yang diolah sepenuhnya berasal dari PTAR. PTAR memberikan palet-palet bekas mereka secara cuma-cuma (gratis). 

Palet-palet bekas yang sebelumnya dibuang PTAR ke suatu tempat pembuangan di Aek Sirara, Tapanuli Selatan tersebut kemudian diolah menjadi beberapa jenis furniture berkualitas. Sementara palet bekas yang benar-benar tidak dapat dipergunakan dijadikan sodas (serbuk kayu) dan dijual ke PTAR. 

“Pada pelatihan palet bekas menjadi produk furniture ini waktu itu, kami dilatih dari Gerobak Kaki Lima asal Medan. Pelatihan dilakukan selama lima hari dan dibagi ke dalam dua termin, berupa pelatihan dasar (cara memotong dan ketam) dan praktek (pembuatan produk). Karya pertama kami waktu itu, kursi/bangku, meja, heksagonal dan tangga (kutang/serba guna),” imbuh Sidik.

Namun, di tengah-tengah mulai berkembanganya hasil usaha koperasi mereka tersebut, Sidik tidak lupa mengenang perjuangan mereka sebelumnya. Sidik mengaku, kehidupannya bersama kawan-kawannya sebelumnya benar-benar diuji, baik ketika mereka mengolah sampah menjadi kompos, dan palet bekas menjadi furniture.

Selama empat tahun (2016-2020), Sidik dan kawan-kawannya benar-benar tidak memiliki penghasilan maksimal. Pasalnya orderan kompos dan furniture yang datang kepada mereka kala itu belum sesuai ekspektasi (harapan). Sehingga dalam beberapa bulan dalam setahun, mereka kerap tidak memiliki uang yang cukup untuk memenuhi kehidupan mereka sehari-hari. Ditambah lagi adanya “sentimen” dari sejumlah oknum warga atas kegiatan yang mereka lakukan.

“Alhamdulillah, kondisi itu berubah mulai 2021. Kami mulai mendapatkan gaji bulanan yang boleh dikatakan cukup. Bahkan 2023, kami mencatatkan pendapatan sebesar Rp273 juta,” sebut Sidik.[cut]

Sejumlah pekerja membuat rak dagangan dengan menggunakan bahan palet bekas. (foto:mm/Jhonny Simatupang)
Sidik yang ditemui medanmerdeka.com dalam suasana bulan suci Ramadhan 1445 Hijriah lantas menyampaikan apresiasi kepada PTAR yang telah memberikan bantuan tanpa batas kepada mereka dalam berwirausaha, baik dalam usaha pembuatan kompos maupun furniture. 

Bantuan dan fasilitas yang diberikan PTAR disebutkan mulai dari pengadaan tempat, seperti lahan gudang dan workshop (tempat kegiatan), pembentukan kelompok dan koperasi, hingga pada penyediaan alat berupa mesin penghancur palet (sawdust/crusher), gerenda, kompresor, genset, dan lain sebagainya.

“Bahkan, selain palet bekas milik perusahaan yang diberikan kepada kita gratis dan berkualitas berbahan Jati asal Belanda, biaya pengangkutannya ke tempat kita, juga dibayar oleh PTAR kepada kita. Begitu juga sodas (serbuk kayu) dari palet bekas yang kita hasilkan, juga dibayar PTAR kepada kita,” tuturnya. 

Namun, apresiasi besar Sidik kepada PTAR, utamanya disampaikan karena PTAR telah memberikan mereka kompetensi sebagai bekal ilmu masa depan mereka untuk menjadi enterpenuer (individu yang memiliki ide kreatif dan inovatif yang mampu mengembangkan suatu bisnis untuk mencapai kesuksesan/pengusaha). 

“Kenapa saya katakan ini, karena kami yang awalnya pengangguran dan tidak memiliki pekerjaan, bahkan tamatan sekolah juga hanya SMA dan bukan dari kejuruan, kini memiliki kompetensi (ilmu) serta pengalaman,” imbuh Sidik.

Adek Siregar (27), pemilik salah satu cafĂ© di Kota Padangsidempuan, yang dihubungi terpisah, mengaku cukup puas dengan hasil produksi furniture Koperasi Sarop Do Mulana. Pihaknya, ungkap Adek, sudah dua kali melakukan pemesanan dari koperasi yang diketuai oleh Okto Anggara Sitompul tersebut. 

“Pesanan pertama tahun 2020, berupa meja dan kursi untuk cafe. Pesanan kedua tahun 2024 ini, juga meja dan kursi untuk cafe. Hasilnya bagus dan berkualitas karena bahan baku paletnya jati Belanda. Bahkan pesanan bisa sesuai keinginan dan harga jauh lebih murah dari harga pasaran,” ucap Adek menjawab medanmerdeka.com via selularnya belum lama ini. [cut]

Sejumlah pekerja membuat rak dagangan dengan menggunakan bahan palet bekas. (foto:mm/Jhonny Simatupang)
Namun, Adek sedikit memberikan masukan kepada pihak Koperasi Sarop Do Mulana agar memiliki antisipasi bilamana bahan baku palet dari PTAR kurang atau bilamana PTAR kelak tidak beroperasi lagi. “Itu sih kendala yang saya lihat, soal ketersediaan bahan baku palet koperasi itu saja,” tukas Adek. 

Sementara itu, pihak PTAR ternyata masih terus memonitoring dan mendampingi kegiatan bisnis yang dilakukan oleh pihak Koperasi Sarop Do Mulana, sekalipun koperasi ini dinilai sudah bisa mandiri dan penghasilannya juga sudah meningkat sekitar 25 persen setiap tahunnya ditandai dengan meningkatnya suplay bahan baku palet bekas perusahaan dari 78,6 ton tahun 2021, 154,3 ton tahun 2022 dan 187,5 ton tahun 2023. 

Menurut Superintendent Local Economics Development Department Community Development PTAR, Dominico Savio Sandi Sarkoro, hal itu mereka lakukan untuk membantu memperkuat jaringan bisnis Koperasi Sarop Do Mulana. Dan itu sesuai dengan visi yang telah dipersiapkan oleh PTAR untuk memperluas pasar produksi Koperasi Sarop Do Mulana.

“Ketika pasarnya semakin luas dan terjadi circular economics (perputaran ekonomi yang saling menguntungkan), koperasi tentu akan semakin berkembang,” tukas Sandi di damping Joko Tri Atmojo selaku Envirionment Technical Support PTAR, saat berkunjung ke lokasi Koperasi Sarop Do Mulana di Desa Sumiran bersama sejumlah wartawan Sibolga dan Tapanuli Tengah pada 6 Maret 2024 lalu. 

Kerja keras yang dilakukan oleh ketujuh pemuda Batangtoru yang tergabung di dalam Koperasi Sarop Do Mulana itu tentunya dapat dijadikan contoh dalam meraih kesuksesan. Demikian dukungan yang diberikan oleh PTAR bagi penciptaan usaha dan lapangan kerja, kiranya dapat ditiru oleh perusahaan-perusahaan lain. Namun sayang, pemerintah daerah setempat lewat Kepala Dinas Perdagangan, Koperasi dan UKM nya yang pimpin Novita Sari Wahyuni, belum dapat memberikan keterangan kepada medanmerdeka.com terkait dukungan mereka terhadap Koperasi Sarop Do Mulana. (Jhonny Simatupang)

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini

 
Desain: indotema.com