![]() |
Sutrisno Pangaribuan. (foto/ist) |
PEMERINTAH Kota (Pemko) Medan (kembali) melakukan pencitraan dengan pernyataan “menggratiskan biaya parkir di seluruh lokasi yang tidak menerapkan sistem elektronik parking (e-parking) atau konvensional (manual)”. Kebijakan yang berpotensi menimbulkan “konflik horizontal” tersebut mulai diberlakukan Selasa (2/4/2024). Pada saat bersamaan, seluruh Surat Perintah Tugas (SPT) Pengawas di lokasi parkir konvensional juga sudah ditarik.
Kebijakan tersebut disampaikan Kepala Dinas Perhubungan Medan, Iswar Lubis, di Taman A. Yani, Medan. Iswar mengatakan, dengan adanya kebijakan tersebut, tidak ada lagi pembayaran parkir secara uang tunai atau cash. Adapun lokasi yang menerapkan non tunai tersebut, hingga saat ini terdapat 145 lokasi.
Kebijakan yang mengatasnamakan “penyelamatan uang masyarakat demi peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) tersebut hanya pencitraan” dengan berbagai fakta sebagai berikut:
Pertama, bahwa penetapan 145 lokasi parkir elektronik belum dilengkapi informasi yang detail. Pemberlakuan secara bertahap harus dilengkapi dengan sosialisasi detail kebijakan. Sistem operasional, perangkat operasional, petugas operasional, waktu operasional. Tugas dan tanggung operator selain mengutip retribusi parkir apa? Termasuk hak dan kewajiban para pihak, baik petugas parkir maupun pemilik kendaraan.
Kedua, bahwa larangan memberi uang cash kepada “oknum petugas parkir liar” selain di 145 lokasi tersebut adalah “aksi memicu konflik horizontal antara pemilik kendaraan yang parkir dengan petugas parkir ilegal”. Tidak ada jaminan keselamatan dari “kekerasan” di lapangan. Sangat besar peluang terjadinya kekerasan, baik kekerasan kepada kendaraan maupun ke pemilik kendaaran (verbal maupun fisik) di lapangan.
Ketiga, bahwa penarikan SPT pengawas di lokasi parkir konvensional tidak dibarengi dengan penarikan semua atribut petugas parkir, baik baju seragam, topi, badge name, karcis parkir, pluit, serta semua perangkat yang selama ini digunakan petugas parkir. Termasuk membuat pengumuman di semua lokasi di luar 145 lokasi tersebut terkait larangan mengutip dan membayar parkir oleh siapa pun dan kepada siapapun.
Keempat, bahwa Pemko Medan harus bertanggung jawab atas semua potensi terjadinya “konflik horizontal’ antara pemilik kendaraan dengan seluruh petugas parkir ilegal. Semua tindakan petugas parkir ilegal, kekerasan, intimidasi, pemaksaan harus menjadi tanggung jawab Pemko Medan.
Kelima, bahwa untuk memastikan tidak ada pungli, maka Pemko Medan, harus menugaskan Satpol PP, petugas kecamatan, kelurahan, hingga kepling di lokasi parkir di luar 145 lokasi agar tidak terjadi konflik horizontal antara pemilik kendaraan dengan juru parkir liar (ilegal).
Keenam, bahwa kebijakan tersebut tidak melalui kajian yang mendalam, transparan, dan partisipatif. Ada ribuan orang yang sekian lama hidup dan tergantung dalam tata kelola parkir. Akan banyak orang kehilangan pekerjaan dan pendapatan termasuk para jukir konvensional dalam dua minggu jelang lebaran. Maka kebijakan tersebut dapat memicu dan memacu terjadinya “gesekan” di antara masyarakat.
Ketujuh, bahwa sebagai penduduk kota Medan, kami pasti mendukung tata kelola pemerintahan, termasuk tata kelola parkir, yang bersih, bebas dari pungli dan KKN. Maka kebijakan tersebut wajib didukung sepanjang Pemko Medan bertanggung jawab atas semua akibat, dampak dari penerapan kebijakannya. Jika terjadi gesekan, konflik horizontal, kekerasan di lapangan akibat kebijakan tersebut, maka pemko Medan sebagai pembuat dan pelaksana kebijakan harus bertanggung jawab penuh.
Kedelapan, bahwa juru parkir bukan satu- satunya pihak yang bertanggung jawab atas kebocoran PAD. Maka peralihan sistem tunai jadi non tunai seharusnya bukan upaya “cuci tangan” dari oknum- oknum dinas perhubungan, oknum pemerintah, oknum preman yang telah sekian lama bermain dan menikmati “uang parkir”.
Peralihan sistem, cara bayar parkir dari tunai (cash) menjadi non tunai (non cash) tentu terjadi peralihan pengelola (pihak ketiga). Lalu siapa pihak ketiga sebagai pengelola parkir saat ini? Bagaimana proses penunjukannya? Apa pengalaman pengelola parkir Medan saat ini? Kota mana sebagai rujukan sistem parkir Medan saat ini? Tentu itu akan menjadi pertanyaan- pertanyaan yang harus dijawab oleh Pemko Medan. Sebab jangan sampai terulang lagi kasus lampu pocong, lampunya hilang, pocongnya masih berkeliaran.(*)
Penulis: Sutrisno Pangaribuan, Warga Kota Medan, yang juga Politisi PDI Perjuangan.