![]() |
Kareem Abdul-Jabbar, yang lahir dengan nama Ferdinand Lewis Alcindor Jr pada 16 April 1947 di New York City, adalah salah satu legenda terbesar dalam sejarah bola basket.(foto/ist) |
KISAH di balik mualafnya pebasket Kareem Abdul Jabbar sangat menarik. Dari seorang Katolik hingga menjadi ikon Muslim paling terkenal di dunia olahraga.
Ia mengajarkan tentang keberanian dan kesetiaan pada nilai yang diyakini, meskipun dihadang tantangan besar. Meski keputusannya berpindah keyakinan menjadi Islam sempat ditentang keluarga dan memicu kritik dari publik Amerika Serikat yang mayoritas non-Muslim, namun ia tetap teguh berdiri sebagai seorang Muslim.
Perjalanan spiritual salah satu legenda NBA (Liga Bola Basket professional Amerika Serikat) Kareem tidak hanya meninggalkan warisan sebagai pemain bola basket legendaris, tetapi juga sebagai simbol inspirasi bagi banyak orang tentang pentingnya iman dan integritas pribadi.
Kareem Abdul-Jabbar, yang lahir dengan nama Ferdinand Lewis Alcindor Jr pada 16 April 1947 di New York City, adalah salah satu legenda terbesar dalam sejarah bola basket.
Sosok Kareem tidak hanya dikenal sebagai pemain bola basket dengan enam gelar juara NBA dan enam penghargaan MVP, tetapi juga sebagai seorang mualaf yang mendalami Islam secara mendalam. Seperti apa kisah Kareem berkenalan dengan Islam?
Dibesarkan di lingkungan Katolik, Kareem menunjukkan bakat luar biasa dalam bola basket sejak usia muda. Dengan tinggi badan menjulang sejak kecil, ia menjadi pemain dominan di Power Memorial Academy, sekolahnya di waktu remaja.
Kareem memimpin timnya meraih 71 kemenangan berturut-turut dalam liga basket usia remaja. Setelah itu, ia melanjutkan kariernya di Universitas California, Los Angeles (UCLA), dan memenangkan tiga kejuaraan nasional NCAA sebelum masuk ke NBA pada tahun 1969 bersama Milwaukee Bucks.
Di NBA, Kareem segera menjadi bintang besar. Namun, meskipun sukses luar biasa di lapangan, ia merasa ada kekosongan dalam hidupnya yang tidak bisa diisi oleh ketenaran atau kekayaan.
Memutuskan Masuk Islam
Pada tahun 1971, setelah musim NBA berakhir, Kareem Abdul Jabbar memutuskan untuk masuk Islam tepat sehari setelah membawa klubnya juara NBA. Bersama Milwaukee Bucks, Kareem berhasil sukses merengkuh juara pada 1971. Sejak saat itulah namanya berubah dari Lew Alcindor menjadi Kareem Abdul Jabbar
Nama ini memiliki arti mendalam, yakni hamba Allah yang mulia dan kuat. Keputusan ini bukanlah langkah impulsif, melainkan hasil dari pencarian panjang akan identitas spiritual dan makna hidup.
Inspirasi utama Kareem untuk memeluk Islam datang dari interaksinya dengan Abdul Khaalis, seorang guru Muslim yang membimbingnya memahami ajaran Islam. Kareem juga belajar bahasa Arab di Universitas Harvard untuk mendalami Al Qur'an secara langsung.
Namun, perjalanan spiritual Kareem tidak selalu mulus. Keputusannya untuk menjadi Muslim sempat menciptakan jarak dengan keluarganya yang belum memahami pilihannya serta menghadapi kritik dari publik Amerika Serikat yang mayoritas non-Muslim pada saat itu.
“Orang tua saya tidak senang dengan pilihan saya. Meskipun mereka bukan penganut Katolik yang taat, mereka telah membesarkan saya untuk percaya pada agama Kristen dan Injil,” ungkap Kareem.
Cobaan Kareem sebagai muslim tidak berhenti di situ. Cobaaan kali ini datang dari merenggangnya hubungan dengan guru spiritualnya Abdul Khaalis. Meskipun awalnya sangat dekat, hubungan mereka mengalami keretakan ketika Kareem mulai mempertanyakan beberapa pandangan gurunya.
Salah satu insiden yang mencolok adalah ketika Abdul Khaalis melarang orang tua Kareem menghadiri pernikahannya dengan Habiba Abdul Jabbar, dengan alasan beda agama. Hal ini menciptakan ketegangan besar dalam hubungan keluarga mereka.
Meski diterpa berbagai cobaan, Kareem tetap berpegang teguh pada pendiriannya dan mulai melakukan perjalanan ke Libya serta Arab Saudi untuk belajar bahasa Arab dan mendalami Al Qu'ran pada 1973. Sejak saat itu, Kareem mengaku tidak pernah goyah ataupun menyesali keputusannya memeluk Islam.
“Ketika saya melihat ke belakang, saya berharap saya bisa melakukannya dengan cara yang lebih pribadi, tanpa publisitas dan kegaduhan yang menyertainya,” ucap pebasket dengan tinggi badan 2,18 meter itu.
Sebelum memeluk Islam, Kareem juga sudah menunjukkan keberpihakan pada isu-isu keadilan sosial. Ia memboikot Olimpiade 1968 sebagai bentuk protes terhadap perlakuan diskriminatif terhadap komunitas kulit hitam di Amerika Serikat. Komitmen ini kemudian selaras dengan nilai-nilai Islam yang ia pelajari tentang keadilan dan kesetaraan.
Salah satu cerita menarik lain dalam kehidupan Kareem adalah persahabatannya dengan aktor dan seniman bela diri terkenal Bruce Lee. Mereka bertemu pada akhir 1960-an dan menjalin persahabatan erat. Bruce Lee bahkan melatih Kareem dalam seni bela diri, yang membantu meningkatkan fleksibilitas dan kecepatan gerakannya di lapangan basket.
Mereka juga bekerja sama dalam film Game of Death, meskipun proyek tersebut tidak selesai karena meninggalnya Bruce Lee.
Kehidupan setelah Jadi Muslim
Setelah menjadi Muslim, Kareem menjalani hidup yang lebih tenang dan fokus pada pengembangan spiritual serta intelektualnya. Ia menulis beberapa buku tentang berbagai topik, termasuk autobiografi Giant Steps dan Kareem, serta aktif berbicara tentang toleransi antaragama.
Islam memberikan Kareem fondasi moral yang kuat untuk menjalani kehidupannya sebagai figur publik. Ia menggunakan platformnya untuk mempromosikan nilai-nilai keadilan sosial dan toleransi antaragama. Meskipun menghadapi tantangan besar sebagai seorang mualaf di Amerika Serikat, terutama karena prasangka terhadap Muslim, Kareem tetap teguh pada keyakinannya.
Dalam wawancara-wawancara berikutnya, ia sering menyebut bahwa Islam membantunya menemukan kedamaian batin dan arah hidup yang jelas. Ia juga menekankan pentingnya menghormati perbedaan budaya dan agama sebagai bagian dari kehidupan bermasyarakat.
Pascapensiun, Kareem juga sempat merasakan karier sebagai asisten pelatih LA Lakers. Dia dikontrak Lakers selama enam musim (2005-2011) untuk menjadi asistennya Phil Jackson. Kareem tercatat sukses mengantongi dua kali gelar juara NBA (2009 dan 2010) saat menjadi asisten pelatih.(mm/erakini)