![]() |
CHOKING SUSILO SALEH. |
Musim pilpres telah usai. Puncaknya adalah Keputusan MK (Mahkamah Konstitusi) yang menolak semua gugatan pasangan Pipres No.01 dan No.03 terhadap pasangan Pilpres No.02. Konon, sengketa Pilpres ini bagaikan mengadili kentut. Ada bunyi dan bau, namun secara juridis formal tak ada barang buktinya. Memang muncul kegaduhan setelahnya. Namun hanya sekejab, dan akhirnya…. ke laut!.
Inilah pelajaran Pertama yang bisa dipetik dari Pilpres 2024 : Sang pemenang harus mau membuka peluang untuk membagi-bagi kue kekuasaan. Maka, mayoritas para politisi pun kemudian akan mingkem -- tak lagi mempermasalahkan bagaimana cara sang pemenang memperoleh kemenangan itu. Dan, kegaduhan pun akan sedikit mereda.
Kini, kita memasuki musim Pilkada. Tentu, sedikit diselang-selingi dengan musim banjir, musim durian dan musim lainnya. Yang pasti meriah, adalah musim jualan serta obral janji melalui beragam media.
Nah, kepada para putra-putri terbaik yang telah berancang-ancang siap menjadi kontestan Pilkada -- baik sebagai “Cakada” (Calon Kepala Daerah) maupun “Cawakada” (Calon Wakil Kepala Daerah) -- sebaiknya belajarlah dari Pilpres 2024.
Suka atau tidak, baik maupun buruk, banyak hal-hal baru yang kita peroleh dari Pilpres 2024 kali ini. Diantaranya, kalau mau mulus pada saat proses pencalonan hingga memenangkan pilkada, maka rangkullah penguasa.
Syukur-syukur, penguasa itu adalah kerabat kita -- ayah, paman, pakde, ipar, mertua ataupun menantu. Manfaatkan semaksimal mungkin wewenang yang dimiliki sang penguasa, baik untuk mendapatkan dukungan pencalonan dari parpol maupun untuk pemenangan pada pilkada. Bunyi Keputusan MK pada sengketa Pilpres 2024, diantaranya menyatakan tidak ada bukti nepotisme dalam pencalonan Gibran sebagai Cawapres, serta tidak ada bukti cawe-cawe Presiden untuk pemenangan Gibran sebagai Cawapres. Keputusan MK tersebut, sudah bisalah dijadikan jurisprudensi pada pilkada 2024 ini.
Karenanya, maksimalkanlah kedekatan Cakada/Cawakada dengan penguasa, baik penguasa di level pemerintahan pusat maupun penguasa di level pemerintahan daerah. Optimalkan kedekatan tersebut untuk keberhasilan menjadi pemenang pilkada. Tentunya dimulai dari proses mendapatkan tiket parpol, sosialisasi, hingga pengerahan massa untuk pemenangan suara hingga kelak penetapan pemenang.
Pelajaran Kedua dari Pilpres : Rangkullah penguasa agar sang penguasa bersedia cawe-cawe untuk membantu Cakada/Cawakada di dalam memenangkan Pilkada!
Siapa Berkepentingan?
Pilkada 27 November 2024 adalah untuk memilih Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah priode 2025-2030. Artinya, para pemenang pilkada adalah para kepala daerah/wakil kepala daerah yang kelak memimpin pemerintahan Provinsi, Kabupaten/Kota di masa kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. Dan Prabowo sendiri, akan dilantik sebagai Presiden Indonesia priode 2024-2029 pada 20 Oktober 2024.
Dengan demikian, proses tahapan pencalonan hingga penetapan menjadi Cakada/Cawakada serta tahapan sosialisasi Pilkada 2024, masih berada di masa pemerintahan Presiden Jokowi. Sedangkan tahapan kampanye, pemungutan dan penghitungan suara Pilkada 2024, itu sudah berada di bawah pemerintahan Presiden Prabowo.
Pertanyaannya kemudian : Siapa yang berkepentingan mengendalikan para Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah hasil Pilkada 2024 tersebut? Presiden Prabowo-kah, atau Wapres Gibran (baca : Jokowi)?
Pertanyaan sederhana ini menjadi menarik, jika Prabowo membiarkan Gibran (baca : Jokowi) yang memegang kendali terhadap para kepala daerah tersebut. Namun menjadi sangat wajar, jika Prabowo-lah yang memegang kendali atas para kepala daerah tersebut.
Aku tak tau apa jawaban persisnya. Karenanya, aku cuma berandai-andai. Andai Prabowo berkepentingan mengendalikan seluruh kepala daerah hasil Pilkada 2024, maka para Cakada/Cawakada yang ingin menjadi pemenang, harus berupaya memperoleh ‘restu’ dari Prabowo saat berniat maju sebagai sebagai peserta Pilkada 2024.
Sebaliknya, andai Prabowo tidak berkepentingan mengendalikan para Kepala Daerah hasil Pilkada 2024 dan membiarkan pada kepala daerah tersebut di bawah kendali Wapres Gibran (baca : Jokowi), maka Cakada/Cawakada yang ingin menjadi pemenang pada Pilkada 2024, haruslah berupaya mendapat ‘restu’ dari Jokowi.
Pilkada 2024 dipastikan akan semakin seru dan meriah, andai Prabowo dan Gibran (baca : Jokowi) tak berkepentingan untuk mengendalikan para kepala daerah hasil Pilkada 2024. Namun, ini adalah pengandaian yang tak masuk akal.
Pada akhirnya, ini satu lagi pelajaran dari Pilpres 2024, dari beberapa Pelajaran yang ada : Jangan pernah menganggap pilkada 2024 akan berlangsung jujur, adil, bersih, serta bebas dari praktek wani piro dan bebas dari cawe-cawe penguasa.
Pilkada yang jujur, adil, bersih, serta bebas dari praktek wani piro dan cawe-cawe penguasa, itu hanya bisa ditemukan di buku-buku dongeng. Sayangnya, hingga kini belum ada yang menerbitkan buku tersebut.
Mangkanya…
-------------------
*Penulis adalah jurnalis, Ketua Panwas Pemilu 2004 Prov. Sumatera Utara.